Arc. Com. Health • juni 2018

ISSN: 2527-3620

Vol. 5 No. 1 : 57 - 66

SURVEI ENTOMOLOGI, MAYA INDEX DAN PERILAKU PEMBERANTASAN

SARANG NYAMUK TERHADAP KEPADATAN LARVA AEDES SPP DI DESA KEDIRI, TABANAN

I Gede Pandu Wiranatha*, Sang Gede Purnama

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fak. Kedokteran Universitas Udayana

*email: [email protected]

ABSTRAK

Desa Kediri merupakan daerah endemis DBD di Kabupaten Tabanan. Perilaku masyarakat dalam membersihkan tempat perkembangbiakan nyamuk tidak dilakukan secara rutin dan banyaknya wadah yang dapat menjadi tempat penampungan air terutama pada musim hujan sehingga berdampak pada rendahnya angka bebas jentik (ABJ) dan berisiko dalam menyebarkan demam berdarah dengue di lingkungan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui situasi larva, maya index dan perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan) terhadap kepadatan larva Aedes spp Penelitian ini termasuk jenis observasional analitik dan waktu pelaksanaannya termasuk penelitian cross sectional. Data diperoleh dianalisis untuk mengetahui hubungan antar variabel bebas dan tergantung meliputi pengetahuan, sikap, tindakan, pendidikan, pekerjaan, maya index, container index (CI), house index (HI) dan breteau index (BI). Hasil penelitian menunjukkan dari survei entomologi yang didapatkan house index sebesar (33,11%), container index (10,44%), breteau index (54,54%) dan angka bebas jentik (66,89%). Maya index dalam kategori tinggi dan kontainer jenis bak mandi di dalam rumah positif paling banyak ditemukan (58,8%) sedangkan luar rumah positif pada ban bekas (28%). Hasil pengetahuan tergolong baik dan tingkat pendidikan tergolong tinggi sedangkan pada pekerjaan responden kebanyakan bekerja. Tindakan paling berpengaruh besar terhadap kepadatan larva. Diharapkan masyarakat lebih berperan aktif dalam pemberantasan sarang nyamuk melalui 3M plus dan petugas kesehatan meningkatkan penyuluhan serta pemantauan jentik secara berkala.

Kata kunci: Larva Index, Perilaku, Karakterisitik, Aedes spp.

ABSTRACT

Kediri Village is a Dengue Hemorrhagic Fever endemic area in Tabanan Regency. The behavior of the community in cleaning mosquito breeding sites is not done routinely and the number of containers that can become water reservoirs, especially during the rainy season so that the impact on low rates of larvae free and risk in spreading dengue fever in the environment. This study was conducted to determine the situation of the larvae, virtual index and behavior (knowledge, attitudes, actions) on the density of Aedes spp larvae. Data obtained were analyzed to determine the relationship between independent and dependent variables including knowledge, attitudes, actions, education, employment, virtual index, container index (CI), house index (HI) and breteau index (BI). The results showed that the entomology survey obtained house index (33.11%), container index (10.44%), breteau index (54.54%) and larval free rate (66.89%). Maya index in the high category and bathtub type containers inside the positive house was mostly found (58.8%) while outside the house was positive on used tires (28%). The results of knowledge are classified as good and the level of education is relatively high whereas most respondents work at work. The most significant action on larval density. It is hoped that the community will play an active role in eradicating mosquito nests through 3M plus and health workers will increase regular outreach and larvae monitoring.

Keywords : Larvae index ; Behavior ; Characteristic ; Aedes spp.

PENDAHULUAN

Provinsi Bali merupakan salah satu provinsi sebagai penyumbang kasus DBD di Indonesia. Laporan Dinas Kesehatan Provinsi Bali tiga tahun terakhir dari 20132015 terjadi peningkatan jumlah kasus DBD pada setiap tahunnya. Pada tahun 2013 tercatat dengan jumlah kasus

sebanyak 7.077, angka kesakitan (IR)= 172,45 per 100.000 penduduk dan angka kematian kasus (CFR)= 0,11%, Tahun 2014 dengan jumlah kasus 8.629, (IR)=205,3 per 100.000 penduduk (CFR)=0,20%, dan tahun 2015 terjadi peningkatan dengan jumlah kasus 9.907, (IR)=246,0 per 100.000 penduduk dan (CFR)=0,293% (Dinkes Prov

Bali, 2015). Kabupaten Tabanan adalah salah satu daerah endemis di Provinsi Bali. Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan pada tahun 2013 terdapat 794 kasus. Pada tahun 2014 terdapat 477 kasus, sedangkan untuk data tahun 2015 terdapat peningkatan kasus sebesar 846 kasus. Salah satu desa dengan jumlah DBD tertinggi yaitu Desa Kediri. Dalam 3 tahun terakhir, pada tahun 2013 jumlah kasus sebanyak 113 kasus, tahun 2014 sebanyak 57 kasus dan tahun 2015 terdapat 25 kasus (Dinkes Kabupaten Tabanan, 2015).

Perilaku masyarakat dalam membersihkan tempat perkembangbiakan nyamuk tidak dilakukan secara rutin dan banyaknya wadah yang dapat menjadi tempat penampungan air terutama pada musim hujan sehingga berdampak pada rendahnya angka bebas jentik (ABJ) dan berisiko dalam menyebarkan demam berdarah dengue di lingkungan. Berbagai informasi yang didapatkan oleh masyarakat tentang tempat perkembangbiakan nyamuk dan penanggulangan demam berdarah akan mempengaruhi sikap dan tindakannya

Sehingga penelitian tentang survei entomologi, maya index, dan perilaku pemberantasan sarang nyamuk terhadap kepadatan larva Aedes spp di Desa Kediri. METODE

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Penelitian ini dilakukan di Desa Kediri, Tabanan yang merupakan daerah endemis. Pemilihan sampel menggunakan teknik sistematik random sampling. Besar sampel dalam penelitian ini sebesar 154 Kepala keluarga. Data perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan) PSN dan karakteristik responden (tingkat pendidikan dan pekerjaan) dikumpulkan dengan metode wawancara menggunakan kuesioner dan juga dilakukan observasi langsung untuk kepadatan larva Aedes spp dilihat dari ciriciri larva yaitu berenang naik turun, pada waktu istirahat posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air dan berada disekitar dinding tempat penampungan air.

HASIL

Hasil karakteristik yang didapatkan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Karakteristik Responden

No

Karakteristik

Jumlah

%

1

Umur

20-30 tahun

24

15,6

31-40 tahun

37

24,0

41- 50 tahun

62

40,3

51-60 tahun

30

19,5

>60 tahun

1

0,6

Total

154

100

2

Jenis Kelamin

Laki-laki

85

55,2

Perempuan

69

44,8

Vol. 5 No. 1 : 57 - 66

Total

154

100

3

Pendidikan

Belum/Tidak sekolah

0

0

Tamat SD

45

29,2

Tamat SMP

28

18,2

Tamat SMA

72

46,8

Tamat akademi/PT

9

5,8

Total

154

100

4

Pekerjaan

Bekerja

110

71,4

Tidak bekerja

44

28,6

Total

154

100

  • 1.    Karakteristik Responden

Berdasarkan tabel sebagian besar responden berumur 41-50 tahun sebanyak (40,3%). Berdasarkan jenis kelamin, sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki yaitu (55,2%). Untuk tingkat pendidikan sebagian besar responden berpendidikan SMA sebanyak (46,8%) dan berdasarkan pekerjaan responden sebagian besar bekerja sebanyak (71,4%) sedangkan yang tidak bekerja (28,6%).

  • 2.    Indeks Jentik Nyamuk

Berdasarkan hasil survey entomologi Aedes spp dengan jumlah rumah atau bangunan yang diperiksa sebanyak 154 diperoleh hasil HI (33,11%), CI (10,44%), BI (54,54%) dan Angka Bebas Jentik (ABJ) sebesar 66,89%.

  • 3.    Tingkat risiko penularan

Hasil survei entomologi dapat ditentukan density figure dengan membandingkan tabel larva index didapatkan HI : 33,11% CI : 10,44% memiliki nilai kepadatan (DF) 4-5 dengan tingkat risiko penularan sedang, nilai BI : 54,54% nilai DF adalah yaitu tinggi (6). Berdasarkan hasil tersebut maka tingkat risiko penularan DBD di wilayah

Desa Kediri, Tabanan dapat dikategorikan tinggi.

  • 4.    Maya Index Berdasarkan HRI dan BRI Jumlah tempat penampungan air (TPA) yang ditemukan berdasarkan status kebersihan lingkungan HRI (hygiene risk index) dan BRI (breeding risk index). Hasil pengamatan 804 kontainer yang diperiksa didapatkan bahwa jumlah kontainer controllable sites yang ditemukan sebesar 525 kontainer sedangkan yang positif ditemukan 42 kontainer. Jumlah disposable sites ditemukan 190 kontainer dengan positif jentik sebesar 42 kontainer. Jumlah under controllable sites ditemukan sebesar 5 kontainer dan tidak ditemukan jentik. Tabel 2 menunjukkan Nilai breading risk index (BRI) dan hygiene risk index (HRI) didapatkan bahwa nilai BRI rendah sebesar 38 rumah (24,7%), sedang 45 (29,2%) dan tinggi sebesar 71 (46,1%) sehingga BRI tinggi menunjukkan banyak ditemukan tempat perkembangbiakan larva. Nilai HRI rendah sebesar 33 rumah (21,4%), sedang 53 (34,4) dan tinggi sebesar 68 (44,2%) nilai HRI tinggi menunjukkan bahwa lingkungan di sekitar rumah masih kotor.

Tabel 2. Frekuensi Rumah Berdasarkan BRI dan HRI

Kategori

Breading risk index

Kategori

Hygiene risk index

Jumlah

Persentase

(%)

Jumlah

Persentase

(%)

Rendah (0,27 - 0,59)

38

24,7

Rendah (0 - 0,5)

33

21,4

Sedang (0,6 - 0,99)

45

29,2

Sedang (0,6 - 0,99)

53

34,4

Tinggi (1 - 2,43)

71

46,1

Tinggi (1 – 5,33)

68

44,2

Total

154

100

Total

154

100

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Rumah Berdasarkan Kategori Status Maya Index

Maya index                  Jumlah                 Persentase(%)

Rendah                                2918,84

Sedang                                  5535,71

Tinggi                                     7045,45

Total                                   154100

Berdasarkan dari penelitian didapatkan bahwa kategori maya index di Desa Kediri tergolong tinggi sebesar 70 rumah (45,45%), kategori sedang sebesar 55 (35,71) dan

kategori rendah sebesar 29 (18,84%) rumah. 5. Larva Aedes spp Berdasarkan Jenis Tempat Penampungan Air

Berdasarkan pemeriksaan kontainer pada 154 rumah/bangunan ditemukan 804

kontainer dan 84 positif larva. Kontainer terbanyak di dalam rumah ditemukan pada bak mandi (39,8%) dengan positif jentik pada bak mandi (58,8%) yang merupakan kontainer TPA yang digunakan untuk keperluan sehari-hari terendah

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Jumlah Kontainer Berdasarkan Letak Kontainer dan Positif Larva


ditemukan pada tempayan sebesar (1,7%) dan yang positif pada wadar tirta (2,9%) sedangkan pada kontainer yang tidak terpakai untuk keperluan sehari-hari terletak pada luar rumah terbanyak ditemukan pada botol bekas (16,4%) dan positif jentik pada ban bekas (28%) sedangkan terendah ditemukan pada drum minyak bekas (0,2%) dan postif jentik secara berturut-turut pada tempat minum burung (2%), tempayan(2%), gelas bekas (2%).

Letak dan Positif Larva

Jenis

Jumlah

Dalam

%    +

%

Luar

Jumlah

%

+

%

Ember

78

21,7      0

0

0

0

0

0

Pot Bunga

0

0        0

0

66

14,8

2

4

Wadah Lemari Es

23

6,4

0

0

0

0

0

0

Sumur

0

0

0

0

26

5,8

0

0

Bak Mandi

143

39,8

20

58,8

0

0

0

0

Tatakan Dispenser

19

5,3

0

0

0

0

0

0

Tempat Minum

Burung

0

0

0

0

63

14,2

1

2

Wadah Tirta

13

3,6

1

2,9

31

7

2

4

Vas Bunga

24

6,7

2

5,9

0

0

0

0

Tempayan

6

1,7

2

5,9

2

0,4

1

2

Bak Air

53

14,8

9

26,5

20

4,5

2

4

Botol Bekas

0

0

0

0

73

16,4

7

14

Kaleng Bekas

0

0

0

0

48

10,8

9

18

Ban Bekas

0

0

0

0

35

7,9

14

28

Lubang Pada Bambu/Pipa

0

0

0

0

21

4,7

4

8

Tempurung Kelapa

0

0

0

0

3

0,7

0

0

Lubang Pada Pohon

0

0

0

0

7

1,6

0

0

Genangan Air

0

0

0

0

15

3,4

3

6

Drum Minyak Bekas

0

0

0

0

1

0,2

0

0

Ember Bekas

0

0

0

0

22

4,9

4

8

Gelas Bekas

0

0

0

0

4

0,9

1

2

Toples Bekas

0

0

0

0

3

0,7

0

0

Kolam Ikan

0

0

0

0

5

1,1

0

0

Total

359

100

34

100

445

100

50

100

  • 6.    Hubungan    Pengetahuan,    Sikap,

Tindakan PSN Terhadap Kepadatan Larva Aedes spp

Hasil uji statistik tidak ada hubungan yang bermakna pengetahuan masyarakat terhadap kepadatan larva. Namun dilihat dari nilai OR pengetahuan masyarakat yang kurang memiliki kemungkinan 2,1 kali lebih besar terdapat jentik dari pada masyarakat yang memiliki pengetahuan baik. Variabel sikap mempunyai hubungan yang bermakna antara sikap masyarakat terhadap kepadatan larva dengan nilai OR = 8,6. Sikap masyarakat yang kurang

kemungkinan memiliki 8,6 kali lebih besar

terdapat jentik dari pada masyarakat yang memiliki sikap baik. Variabel tindakan mempunyai hubungan yang bermakna antara tindakan masyarakat terhadap kepadatan larva secara statistik dengan nilai OR = 4,0. Tindakan masyarakat yang kurang kemungkinan memiliki 4,0 kali lebih besar terdapat jentik dari pada masyarakat yang memiliki tindakan baik. Sedangkan variabel tingkat pendidikan dan pekerjaan tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan masyarakat terhadap kepadatan larva dilihat dari uji statistik. Seperti tabel 5 dibawah ini.

Tabel 5. Hubungan Perilaku, Tingkat pendidikan, Pekerjaan Terhadap Kepadatan Larva Aedes spp

Variabel

Independen

N

Keberadaan Larva

Ada

%

Tidak ada

Jumlah

P

CI

OR

N

%

N

%

Pengetahuan

Kurang

2

50

2

50

4

100

0,60

0,28-15

2,1

Baik

49

32,7

101

67,3

150

100

Total

51

33,1

103

66,9

154

100

Sikap

Kurang

4

80

1

20

5

100

0,04

0,94-79,7

8,6

Baik

47

31,5

102

68,5

149

100

Total

51

33,1

103

66,9

154

100

Tindakan

Kurang

28

53,8

24

46,2

52

100

0,00

1,95-8,2

4,00

Baik

23

22,5

79

77,5

102

100

Total

51

33,1

103

66,9

154

100

Pendidikan

Rendah

22

30,1

51

69,9

73

47,4

0,456

0,394-1,520

0,773

Tinggi

29

35,8

52

64,2

81

52,6

Total

51

33,1

103

66,9

154

100

Pekerjaan

Tidak Bekerja

17

38,6

27

61,4

44

28,6

0,357

0,343-1,473

0,711

Bekerja

34

30,9

76

69,1

110

71,4

Total

51

33,1

103

66,9

154

100

  • 7.    Faktor Risiko Yang Paling Berpengaruh Terhadap Kepadatan Larva Aedes spp

Tabel 6 menunjukkan bahwa 1 variabel, yakni tindakan mempunyai kontribusi besar terhadap kepadatan larva yang terbukti dengan nilai kemaknaan yang kecil (p < 0,05) dengan nilai (OR = 3,691, koefisienregresi = 1,306 dan nilai p = 0,000) artinya tindakan merupakan faktor risiko 3,7 kali terhadap kepadatan larva. Nilai 95% CI yang terletak antara 1,784 sampai 7,636. Hal ini berarti, pada tingkat kepercayaan 95% yang didapatkan di populasi berkisar antara 1,784 sampai

7,636. Sedangkan faktor risiko terkuat terhadap kepadatan larva di Desa Kediri ditentukan dari nilai tertinggi koefisien regresi (beta) dan Exp (B) yaitu sikap dengan (OR = 5,349, koefisien regresi = 1,677 dan nilai p = 0,153). Sedangkan sikap tidak bermakna dilihat dari nilai p, namun sikap merupakan faktor risiko 5,3 kali terhadap kepadatan larva. Nilai 95% CI yang terletak antara 0,537 sampai 53,226. Hal ini berarti, pada tingkat kepercayaan 95% yang didapatkan di populasi berkisar antara 0,537 sampai 53,226.

Vol. 5 No. 1 : 57 - 66

Tabel 6. Analisis Multivariabel Faktor Risiko Terhadap Kepadatan Larva Aedes spp

Variabel

B

P

OR (Exp(B))

CI (95%)

Lower

Upper

Sikap

1,677

0,153

5,349

0,537

53,226

Tindakan

1,306

0,000

3,691

1,784

7,636

DISKUSI

Tingkat kepadatan dan risiko penularan dikategorikan dengan nilai density figure nilai house index (HI) termasuk pada nilai DF 5 dan container index (CI) termasuk pada nilai DF 4 sehingga HI dan CI termasuk dalam kategori penularan sedang. nilai BI termasuk pada nilai DF 6, sehingga risiko tinggi penularan DBD.

Hal ini disebabkan karena masih adanya masyarakat yang tidak melakukan PSN seperti menguras tempat penampungan air, dan masih adanya pada tiap rumah memelihara babi, sedangkan air yang digunakan untuk keperluan ternak tidak tertutup rapat sehingga nyamuk berkembang biak. Penelitian yang sama dilakukan Wati (2015) di Dusun Krapyak Kulon, Bantul Yogyakarta, nilai BI terdapat pada skala 6 dengan kategori tinggi, sehingga mengakibatkan semakin tingginya kepadatan jentik didaerah dan keadaan ini meningkatkan resiko terjadinya penularan DBD.

Hasil perhitungan maya index menunjukkan bahwa di Desa Kediri, Tabanan tergolong tinggi dengan jumlah sebesar (45,45%). Maya Index merupakan indikator yang digunakan untuk mengidentifikasi sebuah lingkungan di perumahan atau komunitas berisiko tinggi atau tidak sebagai tempat perkembangbiakan (breeding sites) nyamuk Aedes aegypti, di dasarkan pada status kebersihan (Hygiene risk index) daerah

tersebut dan ketersediaan tempat-tempat yang mungkin berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk (Breeding risk index) (Miller et al, 1992 dalam Dhewantara, 2015 ).

Hal ini menunjukkan bahwa rumah kategori tinggi berisiko sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk. Hal ini mengindikasikan bahwa perlu adanya penekanan kembali tentang pemahaman masyarakat terhadap upaya-upaya pengendalian sarang nyamuk (PSN), khususnya pada tempat-tempat penampungan air yang ada didalam rumah serta kebersihan lingkungan disekitar rumah tinggalnya, terutama di musim penghujan yang berpotensi munculnya genangan-genangan air pada kontainer bekas yang berada diluar rumah. Penelitian yang dilakukan Dhewantara & Dinata, 2015 di Kota Banjar menunjukkan bahwa sebagian besar jenis controllable containers (BRI kategori tinggi) umumnya berada di dalam rumah dan aspek kebersihan di sekitar rumah cukup baik (HRI kategori rendah) disebabkan karena kurangnya pemahaman masyarakat terhadap upaya pengendalian sarang nyamuk khususnya pada tempat-tempat penampungan air yang ada di dalam rumah.

Berdasarkan letak kontainer yang positif larva didapatkan letak kontainer yang terdapat didalam rumah yang positif larva tertinggi didapatkan pada bak mandi

sebesar (58,8%) dan diluar rumah didapatkan kontainer yang positif larva pada ban bekas sebesar (28%). WHO (2011) menyatakan di sebagian besar Asia Tenggara, tempat bertelur Aedes aegypti pada kontainer buatan yang berada di lingkungan perumahan baik di dalam dan disekitar rumah. Penelitian Widjaja (2012) di Dusun Satu, Kelurahan Minomartani, Yogyakarta selain bak mandi penelitian yang dilakukan ditemukan juga ban bekas sebagai tempat perindukan jentik Aedes spp di Kelurahan Minomartani. Hal ini disebabkan karena ban bekas dengan warna yang gelap sehingga nyamuk rentan bertelur pada kontainer tersebut. Banyaknya kontainer diluar rumah yang ditemukan dan luasnya halaman rumah sehingga memungkinkan banyaknya kontainer yang tersedia. Jika semua kontainer diluar rumah seperti botol bekas, ember bekas, ban bekas dan lain-lain terisi air saat musim hujan karena letaknya terbuka di luar bangunan memungkinkan terjadinya tempat perindukan nyamuk aedes spp.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2009) di Desa Kettang, Boyolali dimana keberadaan jenis tempat penampungan air baik yang berada di dalam maupun di luar rumah responden mempunyai resiko yang tinggi sebagai tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti dimana hal ini disebabkan karena banyak ditemukan sampah padat disekitar halaman seperti botol sehingga keberadaan sampah mempunyai resiko yang tinggi dalam sebagai tempat perindukan nyamuk. Tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan dikategorikan menjadi 2, yakni baik dan kurang, sedangkan karakteristik responden

yaitu tingkat pendidikan dikategorikan menjadi tinggi dan rendah sedangkan pekerjaan dikategorikan menjadi bekerja dan tidak bekerja. Hasil analisis bivariabel menunjukkan tingkat pengetahuan, tingkat pendidikan dan pekerjaan tidak memiliki hubungan yang bermakna. Sikap dan tindakan menunjukkan hubungan yang bermakna dilihat dari uji statistik. Tingkat pengetahuan masyarakat yang didapatkan hasil penelitian dilapangan tergolong baik. Namun dengan tingkat pengetahuan baik tidak menjamin dengan tindakan yang baik dalam pemberantasan sarang nyamuk. Sebagian besar masyarakat tingkat pendidikan masyarakat lebih banyak berpendidikan SMA (46,8%). Penelitian yang dilakukan oleh Aryati et al (2012) di Kelurahan Baler Bale Agung, Negara disebutkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan responden dengan kejadian DBD. Dimana tingkat pengetahuan responden tergolong baik, namun pengetahuannya tidak sesuai dengan tindakannya dilihat dari masih adanya masyarakat jarang melakukan gotong royong untuk membersihkan lingkungan maupun got. Berdasarkan analisis bivariat dilanjutkan dengan multivariat dimana sikap tidak bermakna secara statistik namun sikap merupakan faktor risiko terhadap kepadatan larva aedes spp. penelitian yang dilakukan Purnama et al (2013) di Denpasar selatan disebutkan bahwa tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku PSN merupakan faktor risiko terjadinya infeksi dengue. Pengetahuan dan sikap masyarakat yang kebanyakan memiliki kategori baik hal ini disebabkan karena responden sebagian besar

mengetahui pemberantasan sarang nyamuk dan setuju dengan kegiatan PSN diketahui melalui informasi yang didapatkan dari petugas kesehatan, media massa dan lingkungan sekitar. Penelitian yang dilakukan Yusnita (2008) di Balung Lor, Jember menyatakan tingkat pengetahuan responden antara yang sedang dengan baik hampir seimbang yaitu sebanyak 51,51% dan 48,49% serta sikap mendukung pencegahan DBD sebanyak 64,6% hal ini dikarenakan informasi yang didapatkan. Tindakan masyarakat tentang PSN didapatkan dari hasil analisis bivariat dilanjutkan dengan multivariat didapatkan bahwa tindakan berpengaruh terhadap kepadatn larva dengan nilai OR=3,7 artinya tindakan merupakan faktor risiko 3,7 kali terhadap kepadatan larva Aedes spp. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Suyasa et al (2008) di wilayah kerja puskesmas I Denpasar selatan menunjukkan bahwa ada hubungan antara tindakan responden dengan keberadaan vektor DBD. Tindakan masyarakat dalam hal ini yang berhubungan dengan PSN- DBD, melalui pelaksanaan 3M Plus (menguras, menutup, dan memanfaatkan barang bekas, dan plusnya seperti membersihkan selokan, menaburkan bubuk abate dan lain-lain) yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk. Pada dasarnya masyarakat yang melakukan pengurasan kontainer baru dilakukan bila kontainer kelihatan kotor. Mengingat tindakan memiliki pengaruh terhadap adanya jentik diharapkan penyuluhan dan meningkatkan peran serta masyarakat, penyuluhan yang terjadwal serta pemeriksaan jentik secara terus-menerus dari tenaga kesehatan dan

Vol. 5 No. 1 : 57 - 66 instansi terkait sangat diperlukan agar masyarakat memahami pentingnya PSN-DBD.

SIMPULAN

Hasil survei entomologi meliputi House index sebesar 33,11%, Container Index (10,44%), Breteau Index (54,54) dan Angka Bebas Jentik (66,89%) dan maya index di Desa Kediri tergolong tinggi. Kontainer terbanyak ditemukan pada luar rumah sebanyak 445 kontainer (55,36%) dan positif larva pada ban bekas sebesar 14 (28%) dan didalam rumah sebesar 359 (44,64%) positif larva terbesar ditemukan pada bak mandi sebanyak 20 (58,8%).

Hubungan variabel tingkat pendidikan dan pekerjaan menunjukkan tidak ada hubungan  yang  bermakna  terhadap

kepadatan  larva  Aedes spp.  Tingkat

pengetahuan tidak memiliki hubungan yang bermakna secara statistik sedangkan sikap dan tindakan menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna terhadap kepadatan larva. Analisis multivariat menunjukkan tindakan berpengaruh terhadap kepadatan larva. Masyarakat diharapkan lebih berperan aktif dalam PSN petugas      kesehatan      diharapkan

meningkatkan     penyuluhan     dan

penyebarluasan informasi mengenai pencegahan dan pemberantasan DBD dengan melibatkan berbagai sektor serta pemantauan jentik secara berkala.

DAFTAR PUSTAKA

Aryati, I., K., C., Sali, I., W., & Aryasih, I., G.,  A., M. (2012). Hubungan

Pengetahuan Sikap Dan Tindakan Masyarakat Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kelurahan Baler Bale Agung

Kecamatan Negara. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol 4 (2).

Dhewantara., P., W. & Dinata., A. (2015). Analisis Risiko Dengue Berbasis Maya Index Pada Rumah Penderita DBD. Balaba. (1).

Dinkes Kabupaten Tabanan (2015). Laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan. Tabanan.

Dinkes Provinsi Bali. (2015). Laporan Dinas Kesehatan Provinsi Bali. Bali.

Nugroho, F., S. (2009). Faktor- faktor yang Berhubungan Dengan Keberadaan

Jentik Aedes Aegypti Di Rw Desa Kettang Kecamatan Nogosari Kabupaten     Boyolali.     Skripsi.

Universitas Muhammadiyah.

Purnama, et al. (2013). Pengetahuan Sikap dan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk Terhadap Infeksi Dengue di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Bali. Jurnal Archive of Community Health. Vol II (I).

Suyasa, I. N., Adi Putra, N., & Redi

Aryanta, I. W. (2008)  . Hubungan

Faktor Lingkungan dan Perilaku

Masyarakat Dengan Keberadaan Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas I Denpasar Selatan. Ecotrophic, Journal of Environmental Science, 3(1).

Wati, W., E. (2009). Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

WHO. (2011). Prevention and Control Of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. New Delhi. SEARO.

Widjaja, J. (2012). Survey Entomologi Aedes sppp Pra Dewasa Di Dusun Satu    Kelurahan    Minomartani

Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Provinsi Yogyakarta. Aspirator. Vol 4 (2).

Yusnita, E. (2008). Faktor-Faktor Perilaku Yang Berhubungan Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Desa Balung Lor Kecamtan Balung Kabupaten     Jember.     Skripsi.

Universitas Jember.

66