Arc. Com. Health • Juni 2018

ISSN: 2527-3620

Vol. 5 No. 1 : 43 – 50

GAMBARAN PERAN PENGAWAS MENELAN OBAT KELUARGA DAN TENAGA KESEHATAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS I DENPASAR BARAT

Bella Riezka Aristianti Putri*, Pande Putu Januraga, Ketut Suarjana

Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

*Email: [email protected]

ABSTRAK

Data Dinas Kesehatan Provinsi Bali menunjukkan bahwa jumlah kasus TB paru terbesar berada di Denpasar sebesar 1021 kasus pada tahun 2015. Tidak tercapainya angka kesembuhan pasien dan angka konversi TB serta lamanya proses pengobatan pasien mempengaruhi kepatuhan pasien sehingga memerlukan pengawasan menelan obat dalam menjamin keteraturan pengobatannya. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui gambaran peranan pengawas menelan obat keluarga dan dari tenaga kesehatan pada pasien tuberkulosis di Puskesmas I Denpasar Barat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif dengan teknik pengambilan sampel secara purposive sampling serta menggunakan azas kecukupan dan kesesuaian. Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa peran PMO keluarga dalam mengawasi pasien menelan obat, yaitu mengawasi pasien menelan obat jika tidak bekerja, memberikan dorongan agar pasien berobat secara teratur dengan memberikan kalimat motivasi, mengingatkan pasien untuk periksa dahak ulang dari jadwal pemeriksaan yang telah diberitahukan oleh petugas kesehatan dan dicatat dalam kartu kuning yang digunakan dalam pemeriksaan, merujuk pasien jika efek samping semakin berat dan menganjurkan pemeriksaan tanpa memberikan informasi mengenai TB, peran PMO tenaga kesehatan dalam mengawasi pasien menelan obat hanya menanyakan bagaimana minum obatnya, memberi dorongan dengan pemberian KIE agar minum obat secara teratur, mengingatkan pasien untuk periksa dahak ulang dari jadwal pemeriksaan yang telah ditetapkan, mengenali efek samping obat dengan pemberian KIE diawal pengobatan, dan memberikan informasi serta mengajurkan pemerikasaan bagi keluarga yang mempunyai gejala TB. Tetapi menurut pasien PMO keluarga hanya mengingatkan untuk minum obat dan dalam tidak diberikannya informasi mengenai TB dikarenakan masih adanya stigma negatif di masyarakat serta pengetahuan PMO keluarga yang kurang mengenai perannya. Secara umum PMO telah menjalankan perannya tetapi masih terdapat beberapa peran yang masih belum dilakukan secara optimal sehingga upaya yang dapat dilakukan yaitu melakukan diskusi antara pasien, PMO keluarga dan tenaga kesehatan mengenai jadwal minum obat pasien dan memberikan informasi yang lebih terperinci mengenai perannya dalam proses pengobatan pasien TB.

Kata Kunci : Peran, PMO Keluarga, PMO Petugas Kesehatan.

ABSTRACT

Data from the Bali Provincial Health Service showed that the largest number of pulmonary TB cases were in Denpasar at 1021 cases in 2015. The absence of patient recovery rates and TB conversion rates and the length of the patient's treatment process affected the patient's compliance and thus required supervision of swallowing the drug to ensure regularity of treatment. The purpose of this study is to find out the role of supervisors in swallowing family medicine and health workers in tuberculosis patients in Puskesmas I Denpasar Barat. This study uses descriptive qualitative research methods with a purposive sampling technique and uses the principle of sufficiency and suitability. The results of this study note that the role of the family PMO in supervising patients swallowing drugs, i.e. Monitoring patients swallowing drugs if it does not work, encourages patients to seek regular medication by giving motivational sentences, reminding patients to reexamine the examination schedule that was notified by the officer health and recorded on the yellow card used in the examination, referring the patient if the side effects are getting heavier and recommending the examination without providing information about TB, the role of the PMO of health workers in supervising patients swallowing drugs only asks how to take the medication, giving encouragement by giving IEC to take medication regularly, remind the patient to reexamine the scheduled examination, recognize the side effects of the drug by giving IEC at the beginning of treatment, and provide information and recommend examinations for families who have symptoms of TB. But according to PMO patients the family only reminded them to take medicine and in not giving information about

TB due to the negative stigma in the community and lack of family PMO knowledge about their role. In general, the PMO has performed its role but there are still some roles that have not been carried out optimally so that efforts can be made namely conducting discussions between patients, family PMOs and health workers regarding the schedule of taking the patient's medication and providing more detailed information about its role in the patient's treatment process TB.

Keywords: Role, Family PMO, Health Officer PMO.

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium TB. Berdasarkan data WHO pada tahun 2014 terdapat 9,6 juta penduduk dunia yang terifeksi TB, Indonesia merupakan negara dengan pasien TB terbanyak ke 5 dan penyakit TB paru merupakan penyebab kematian nomor tiga pada semua kelompok usia serta nomor satu dalam penyakit infeksi (Kemenkes, 2014).

Data Dinas Kesehatan Provinsi Bali menunjukkan bahwa jumlah kasus TB paru terbesar berada di daerah Denpasar, yaitu sebesar 1021 pada tahun 2015 dan diketahui juga bahwa prevalensi TB tertinggi berada di Kota Denpasar, yaitu sebanyak 128 kasus per 100.000 penduduk pada tahun 2013, 122 kasus per 100.000 penduduk pada tahun 2014 dan 116 kasus per 100.000 penduduk pada tahun 2015. Dari data Dinas Kesehatan Kota Denpasar, diketahui bahwa pada tahun 2013 hingga 2015 diketahui bahwa angka konversi TB di Kota Denpasar tidak tercapai. Puskesmas I Denpasar Barat merupakan salah satu puskesmas dengan jumlah kasus TB yang besar dan diketahui bahwa angka konversi pada tahun 2015 tidak tercapai, yaitu 66%.

Pengobatan TB dilakukan dengan

panduan Obat Anti TB (OAT) selama satu

sampai dua tahun dengan strategi DOTS sebagai program nasional pengendaliannya. Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung dimana untuk menjamin keteraturan pengobatannya diperlukan seorang Pengawas Menelan Obat (PMO) agar mencegah terjadinya resistensi obat (Depkes RI, 2009).

Dalam buku panduan penatalaksanaan TB disebutkan bahwa PMO dapat berasal dari petugas kesehatan misalnya bidan, perawat, pekarya, dll dimana jika tidak terdapat petugas yang memungkinkan dapat berasal dari anggota keluarga. Strategi DOTS dengan pendekatan PMO membuahkan hasil yang cukup efektif, dimana salah satu faktor yang menentukan keteraturan pengobatan TB paru adalah PMO (Rohmana, 2014). Namun, pada kenyataannya PMO melakukan tugas mendampingi menelan obat setiap hari rendah (Herryanto, 2004).

Dukungan keluarga yang diberikan kepada pasien TB berhubungan dengan kepatuhan minum obat TB paru (Dhewi, 2012). Motivasi yang rendah dari pasien karena bosan harus minum obat setiap hari selama beberapa bulan, menyebabkan pasien cenderung menghentikan pengobatannya secara sepihak. (Nugroho, 2011).

Peranan PMO dalam menjamin kepatuhan minum obat pasien TB hingga sembuh sangatlah penting, sehingga peneliti ingin meneliti gambaran peran PMO keluarga dan tenaga kesehatan di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Barat.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif dengan teknik pengambilan responden diambil secara purposive sampling dengan menggunakan azas kecukupan dan kesesuaian. Responden dalam penelitian ini, berjumlah delapan orang yang terdiri dari tiga PMO keluarga yang merupakan istri, suami dan kerabat pasien, dua PMO petugas kesehatan serta tiga pasien yang merupakan pasien tahap awal, pertengahan dan tahap akhir pengobatan. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari wawancara mendalam dengan instrument penelitian, yaitu peneliti sebagai pewawancara dibantu dengan pedoman wawancara mendalam.

HASIL DAN DISKUSI

Peran PMO dalam mengawasi pasien menelan obat secara teratur

Dari wawancara yang dilakukan, sebagian besar dari PMO keluarga menyatakan pengawasan menelan obat secara teratur dilakukan saat tidak bekerja. Hal ini tercermin dalam kutipan wawancara sebagai berikut:

“Soalnya tiang kan kerja, kalau pas masuk pagi atau libur kan langsung saya lihat.” (PMO Anak)

“Iya, waktu sebelum bapak kerja ibuk ngeliat langsung. Karena ini pergi kerja jadi nggak bisa ngeliat langsung.” (PMO Istri)

Dari hasil wawancara yang dilakukan diketahui juga bahwa sebagian besar pasien meminum obatnya pada siang hari, sehingga PMO yang sebagian besar bekerja tidak mengawasi pasien menelan obat secara teratur. Hal ini tercermin dari kutipan wawancara yang dilakukan kepada PMO keluarga dan pasien sebagai berikut:

“Waktunya minum obat jangan sampe lupa pas jamnya kan. Kan jam 12 saya minumnya.” (Pasien Tahap awal)

Namun dari wawancara yang dilakukan seluruh pasien menyatakan bahwa PMO keluarga hanya mengingatkan pasien untuk minum obat.

Hasil        penelitian        diatas

mengungkapkan Pekerjaan mempengaruhi peran PMO dalam melakukan pengawasan menelan obat pasien TB, pengawasan secara langsung terhadap pasien untuk menelan obat biasanya dilakukan PMO bila informan sedang berada di rumah. PMO yang tidak pernah mengawasi pasien meminum obatnya dikarenakan sibuk dengan profesinya (Dhurandhara, 2013).

PMO petugas kesehatan menjawab bahwa tidak mengawasi pasien menelan obat secara langsung. Hal ini tercermin dalam kutipan wawancara berikut: “Saya nggak mengawasi minum obat, dari laporan keluarga saja apakah sudah minum obat teratur belum.” (PMO Petugas Kesehatan)

Dari pernyataan PMO petugas kesehatan diketahui bahwa dalam hal ini pengawasan yang dilakukan PMO tenaga

kesehatan tidak dilakukan secara langsung, tetapi dari laporan lisan yang diberikan oleh PMO keluarga maupun pasien TB.

Hal ini sejalan dengan pendapat Muninjaya (2004) yang menyatakan bahwa untuk mendapatkan data dari proses pengawasan dapat dilakukan dengan pengamatan langsung, laporan lisan dan laporan tertulis.

Peran PMO Dalam Hal Memberi Dorongan Kepada Pasien Agar Mau Berobat Secara Teratur

Dari wawancara yang telah dilakukan, diketahui bahwa motivasi untuk menjadi PMO keluarga pasien ialah agar pasien yang merupakan keluarga dapat sembuh dari penyakitnya.

Karena keinginan PMO agar keluarga yang merupakan penderita TB dapat sembuh mempengaruhi peran PMO keluarga tersebut dalam memberikan dukungan dalam pengobatan pasien, dalam memberikan dorongan kepada pasien agar mau berobat secara teratur sebagian besar PMO keluarga dan pasien menyatakan dilakukan dengan pemberian kalimat motivasi, yaitu dengan menyarankan pasien untuk minum obat agar pasien cepat sembuh dan juga dari pemberian kalimat yang mengandung ancaman. Hal ini tercermin dalam kutipan wawancara berikut:

“Pak minum obatnya teratur, biar cepet sembuh.” (PMO Istri)

“Saya bilang kalau mau sembuh tetep minum jangan sampai lepas karena sekali nggak gugur, saya gtuin.” (PMO Anak)

Dalam memberikan dorongan agar pasien berobat secara teratur dilakukan melalui pemberian kalimat motivasi yang

menyarankan pasien untuk minum obat agar pasien cepat sembuh dan juga dari pemberian kalimat yang mengandung ancaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Rogers (1975) dalam Protection Motivation Theory yang menyatakan bahwa perasaan takut menjadi komponen yang berhubungan dengan perilaku seseorang. Terdapat dua kategori yang mendasarinya yaitu berkaitan dengan penilaian ancaman, terdiri dari keparahan, kerentanan dan ketakutan serta yang berkaitan dengan koping seperti respon efektivitas dan self efficacy. PMO keluarga menilai bahwa penyakit TB merupakan penyakit yang berbahaya bagi kesehatan karena dapat mengancam nyawa keluarga mereka sehingga mereka menjalankan peran mereka sebagai PMO sebagai perilaku yang dianjurkan untuk mencegah atau menghilangkan bahaya yang mungkin terjadi akibat penyakit TB. Dari penilaian yang dilakukan PMO keluarga terhadap bahaya yang akan ditimbulkan dari penyakit ini, mereka melakukan komunikasi persuasif kepada pasien untuk mempengaruhi perilaku pasien TB (Priyoto, 2014).

Seluruh PMO Petugas Kesehatan menyatakan memberikan dorongan dengan cara pemberian KIE kepada pasien untuk meminum obat secara teratur. Pemberian dorongan kepada pasien agar mau berobat secara teratur dilakukan oleh petugas puskesmas dikarenakan terdapat motivasi dari PMO petugas kesehatan untuk memenuhi angka pencapaian yang telah ditetapkan, karena jika pasien putus berobat maka targetnya akan turun. Hal ini

tercermin dalam kutipan wawancara berikut:

“Untuk motivasi dia harus rajin minum obat itu pasti. Saya bilang harus teratur minum obat. Karena itu angka pencapaiannya, kalau dia mangkir, putus berobat, targetnya turun.” (PMO Petugas Kesehatan 1)

Dalam hal ini motivasi petugas untuk memenuhi angka pencapaian yang telah ditetapkan    menyebabkan    petugas

menjalankan perannya sebagai PMO dengan tujuan dimana pasien tidak mengalami putus berobat.

Peran PMO Dalam Mengingatkan Pasien Untuk Periksa Ulang Dahak Pada Waktu yang Telah Ditentukan

Dari wawancara yang dilakukan, seluruh PMO baik PMO keluarga dan PMO tenaga kesehatan menyatakan bahwa PMO mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak dari jadwal pemeriksaan yang telah diberitahukan oleh petugas dan dicatat dalam kartu kuning yang digunakan dalam pemeriksaan. Hal ini tercermin dalam kutipan wawancara berikut:

“Dari kartu itu aja jadi setiap kontrol ditulis suruh balik tanggal berapa. Nanti kan saya inget dah, nanti ingetin bapak juga pas tanggal nya itu balik ambil obat sama periksa dahak ke puskesmas.”

(PMO Istri)

“Iya, dari kartu kuning itu. Jadi setiap pengambilan obat kita tulis disana, diingetin kalau ambil obat tanggal sekian. Kalau memang ada mangkir, pasti kita ke lapangan turun... Begitupun juga dengan pemeriksaan dahak.” (PMO Petugas Kesehatan 1)

Dalam mengingatkan pemeriksaan dahak, PMO biasanya mengingatkan pasien untuk memeriksa dahak berulang jika sudah dijadwalkan oleh petugas Puskesmas. Biasanya petugas Puskesmas yang mengingatkan kepada pasien untuk memeriksa dahak berulang (Debby, 2014).

Namun dari hasil wawancara yang dilakukan kepada pasien, diketahui bahwa pasien juga telah mengingat sendiri jadwal pemeriksaan ulang dahak. Hal ini tercermin dari kutipan wawancara berikut: “Ya kadang dia nginget, kadang ya saya sendiri pasti inget.” (Pasien Tahap awal)

Hasil penelitian diatas mengungkapkan bahwa dalam hal mengingatkan pemeriksaan dahak PMO keluarga tidak selalu mengingatkan pemeriksaan dahak, sebenarnya pasien telah mengingat sendiri jadwal pemeriksaan dahak yang telah ditentukan oleh petugas.

Peran PMO dalam mengenali efek samping obat dan merujuk pasien bila efek samping obat semakin berat

Seluruh PMO keluarga mengetahui efek samping obat yang dapat terjadi dalam proses pengobatan, hal ini tercermin dalam kutipan wawancara berikut :

“Gatel, sesak nafas, dada panas. Kan ada itu dikasih efek samping obat, reaksinya juga banyak. Mual biasanya.” (PMO Suami)

Adapun jika terjadi efek samping obat, menurut sebagian besar pasien bahwa disaranan untuk tetap melanjutkan minum OAT.

Namun seluruh PMO keluarga mengatakan bahwa akan merujuk pasien apabila efek samping semakin berat. Dalam hal ini pengetahuan PMO mengenai

efek samping obat yang akan ditimbulkan berpengaruh kepada peran PMO keluarga dalam mengenali efek samping obat dan merujuk pasien bila efek samping semakin berat.

Terdapat hubungan antara pengetahuan PMO dengan praktik PMO yang artinya dengan pengetahuan PMO yang baik maka akan baik pula praktik PMO (Widyaningsih, 2004).

Sementara itu seluruh PMO petugas kesehatan menyatakan bahwa petugas melakukan pemberian KIE di awal pengobatan dengan memberikan informasi mengenai efek samping yang akan terjadi.

Hasil yang didapatkan pada penelitian ini sejalan dengan penelitian Debby (2014) bahwa efek samping obat telah dijelaskan kepada PMO keluarga maupun pada saat awal pengobatan dan petugas kesehatan menyatakan bahwa jika terjadi efek samping dapat segera dibawa ke puskesmas.

Peran PMO dalam memberikan penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala TB untuk segera memeriksakan diri ke unit pelayanan kesehatan

Dari wawancara yang dilakukan, sebagian besar PMO keluarga menyatakan bahwa dalam memberikan penyuluhan kepada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala TB untuk memeriksakan diri ke unit pelayanan kesehatan PMO keluarga akan menyarankan untuk pemeriksaan, tanpa memberikan informasi mengenai TB. Hal tersebut tercermin dalam kutipan wawancara berikut:

“Ya, pasti nganjurkan periksa aja. Kan nanti di cek dulu sama dokter. Kalau memang sudah parah kan nanti gini. Batuk lebih dari 3 hari, kalau parah kan pasti dibawa ke dokter.” (PMO Suami)

Hal ini sejalan dengan pernyataan dari hasil wawancara kepada pasien TB bahwa PMO keluarga akan menyarankan untuk pemeriksaan tanpa memberikan informasi mengenai TB. Hal ini tercermin dari kutipan wawancara berikut:

“Nggak berani bilang dia juga kan nanti syok langsung kan. Cuman bilang sih cek aja langsung ke puskesmas soalnya sekarang kalau batuk itu belum tentu sehat di dokter specialist. Coba sekarang ke puskesmas sekalian cek dalem. Saya juga nggak berani, saya pernah sakit gini. Kan nggak enak gitu sama orang.” (Pasien Tahap Akhir)

Dalam melakukan tugas untuk penyuluhan kepada anggota keluarga lain, peran PMO yang sebagian besar adalah anggota keluarga masih kurang. Hal ini disebabkan karena masih terdapatnya anggota keluarga yang menghindari pasien akibat masih adanya stigma negatif di masyarakat tentang TB (Lisu Pare, 2013).

Selain itu dari hasil wawancara diketahui bahwa belum optimalnya peran PMO keluarga disebabkan oleh kurangnya pengetahuan terkait tugas PMO.

Dari penelitian Herryanto (2004) juga didapatkan bahwa pemahaman tentang tugas PMO dalam mendampingi penderita TB paru masih rendah, dimana dalam penelitian ini disebutkan bahwa kurangnya pemahaman PMO akan tugasnya menyebabkan PMO tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.

Dalam hal ini, PMO petugas kesehatan menyatakan mereka akan menyarankan untuk pemeriksaan dengan memberikan informasi mengenai TB. Hal ini tercermin dari kutipan wawancara berikut:

“Diawal saya tanya diawal pemberian obat kan, kita komunikasi ada keluarga yang batuk nggak? Kalau ada diajak kesini. Yang kedua kan sudah petugas lapangan, petugasnya yang dateng, dia yang menanyakan juga di lapangan. Kalau ada, petugasnya yang biasanya ngasih penyuluhan.”

(PMO Petugas Kesehatan 2)

Dalam program penanggulangan tuberkulosis, penyuluhan langsung perorangan sangat penting artinya untuk menentukan keberhasilan pengobatan penderita. Penyuluhan dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, kader dan PMO (Depkes RI, 2002).

SIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan, simpulan yang dapat diambil antara lain peran PMO keluarga dalam mengawasi pasien TB menelan obat secara teratur kurang dilakukan dengan optimal, karena sebagian besar PMO bekerja. Pengawasan pasien menelan obat dilakukan disaat PMO keluarga tidak bekerja. Sedangkan peran PMO Petugas Kesehatan dalam mengawasi pasien TB menelan obat secara teratur, yaitu dengan menanyakan pasien meminum obatnya. Peran PMO keluarga dan Petugas Kesehatan dalam memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat secara teratur, telah dilakukan. PMO keluarga memberi dorongan dengan memberikan kalimat motivasi berupa

motivasi untuk minum obat agar cepat sembuh dan meminum obat agar tidak mengulang pengobatan. Sedangkan PMO Petugas Kesehatan dalam memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat secara teratur, yaitu dengan cara pemberian KIE kepada pasien untuk meminum obat secara teratur. Peran PMO keluarga dan Petugas Kesehatan dalam mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang ditentukan, belum berjalan secara optimal. PMO keluarga dan Petugas Kesehatan mengingatkan jadwal pemeriksaan yang telah diberitahukan oleh petugas dan dicatat dalam kartu kuning yang digunakan dalam pemeriksaan, tetapi dari pengakuan pasien diketahui bahwa pasien juga telah mengingat sendiri jadwal pemeriksaan dahak yang telah ditentukan oleh puskesmas. Peran PMO Keluarga dalam mengenali efek samping obat dan merujuk pasien bila efek samping obat semakin berat, sudah berjalan dengan optimal. PMO keluarga akan menganjurkan tetap melanjutkan minum OAT jika terjadi efek samping ringan dan merujuk pasien jika efek samping semakin berat. Sedangkan peran PMO Petugas Kesehatan dalam mengenali efek samping obat dan merujuk pasien bila efek samping obat semakin berat, yaitu dengan memberikan KIE diawal pengobatan dengan memberikan informasi mengenai efek samping yang akan terjadi. Peran PMO Keluarga dalam memberikan penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala TB untuk memeriksakan diri ke unit pelayanan, belum berjalan dengan baik. PMO keluarga hanya menyarankan pemeriksaan tanpa

memberikan informasi mengenai TB. Sedangkan dalam hal ini peran PMO Tenaga Kesehatan telah berjalan dengan optimal, yaitu dengan menyarankan pemeriksaan    dengan    memberikan

informasi mengenai TB.

DAFTAR PUSTAKA

Debby, R., & Restuastuti, T. (2014). Peran Pengawas Menelan  Obat (Pmo)

Tuberkulosis Dalam Meningkatkan

Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Tuberkulosis Paru  Di Kelurahan

Sidomulyo Barat Pekanbaru. Jurnal Online Mahasiswa  (JOM) Bidang

Kedokteran

Depkes RI. (2002). Pedoman Nasional Penanggulangan       Tuberkulosis.

cetakan kedelapan, Jakarta: Depkes RI

Depkes RI. (2009). Keputusan Menteri Republik     Indonesia     Nomor

364/Menkes/SK/V/2009. Jakarta.

Dhewi, G. I., Armiyati, Y., & Supriyono, M. (2012).      Hubungan      antara

pengetahuan, sikap pasien dan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pada pasien Tb paru di BKPM Pati. Karya Ilmiah S. 1 Ilmu Keperawatan. PURI, N. A. (2010). Hubungan Kinerja Pengawas Minum Obat (PMO) dengan Kesembuhan Pasien TB Paru Kasus Baru Strategi DOTS     (Doctoral     dissertation,

Universitas Sebelas Maret).

Dhurandhara, D. (2015). Gambaran Peran Pengawas Minum Obat Tentang Penobatan Tuberkulosis Di Wilayah Kerja Puskesmas Tambang Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Jom FK Volume, 2 (2 Okt).

Herryanto, H., Komalig, F., Sukana, B., & Musadad, D. A. (2004). Peran Pengawas Menelan Obat (PMO) Pada Kejadian Putus Berobat Penderita Tb Paru Di DKI Jakarta Tahun 2002. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 14(2 Jun).

Kemenkes RI. (2014). Pedoman Nasional Penanggulangan       Tuberkulosis.

Jakarta.

Lisu Pare, A., Amiruddin, R., & Leida, I. (2013). Hubungan Antara Pekerjaan, Pmo, Pelayanan Kesehatan, Dukungan Keluarga Dan Diskriminasi Dengan Perilaku Berobat Pasien Tb Paru.

Muninjaya, A.A. (2004). Manajemen Kesehatan. Badan Penerbit : EGC. Jakarta.

Nugroho, R. A. (2013). Studi Kualitatif Faktor Yang Melatarbelakangi Drop Out Pengobatan Tuberkulosis Paru di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru dissertation, Universitas Negeri Semarang).

Priyoto. (2014). Teori Sikap dan Perilaku Dalam Kesehatan.Badan Penerbit : Nuha Medika. Yogyakarta.

Rohmana, O., & Suhartini, A. S. (2014). Faktor-faktor pada PMO yang berhubungan dengan kepatuhan berobat penderita TB Paru di Kota Cirebon. Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vol, 10(1).

Widyaningsih, N. (2004). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Praktik Pengawas Menelan Obat (Pmo) Dalam Pengawasan Penderita Tuberkulosis Paru Di Kota Semarang (Doctoral dissertation,  Program  Pascasarjana

Universitas Diponegoro).n, 1(2), 1-13.

50