ANALISIS RISIKO PAJANAN MERKURI (HG) PADA IKAN LAUT YANG DIKONSUMSI OLEH NELAYAN DI PANTAI AMED DAN PANTAI SANUR, BALI
on
Widya Lestari & Hitapretiwi Suryadhi
Vol. 4 No. 1 : 10 - 18
ANALISIS RISIKO PAJANAN MERKURI (HG) PADA IKAN LAUT YANG
DIKONSUMSI OLEH NELAYAN DI PANTAI AMED DAN PANTAI SANUR, BALI
Ida Ayu Putri Widya Lestari, Made Ayu Hitapretiwi Suryadhi*
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
*Email: [email protected]
ABSTRAK
Merkuri (Hg) merupakan logam berat yang berbahaya dan beracun. Penggunaan merkuri yang tidak disertai dengan pengelolaan limbah dan kemampuan merkuri untuk terakumulasi di dalam lingkungan berkontribusi terhadap peningkatan emisi merkuri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kandungan merkuri pada hasil laut dan risikonya terhadap masyarakat di sekitar Pantai Amed Karangasem dan Pantai Sanur Denpasar yang terletak di Provinsi Bali. Penelitian menggunakan pendekatan analisis risiko kesehatan lingkungan (ARKL), dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling dan teknik pemilihan responden simple random sampling. Sampel merupakan jenis ikan yang dominan dikonsumsi oleh subjek penelitian di masing-masing lokasi penelitian, dan responden atau subjek penelitian yang digunakan yakni nelayan. Penentuan kadar Hg dilakukan dengan Spektrofotometer Serapan Atom (AAS). Hasil uji menunjukkan rata-rata kandungan Hg pada sampel yang berasal dari Pantai Sanur sebesar 0,162 µg/g, lebih tinggi bila dibandingkan dengan sampel dari Pantai Amed sebesar 0,024 µg/g. Berdasarkan analisis risiko diperoleh nilai risk quotient sebesar 1,09 (RQ > 1) untuk respondent dari Pantai Sanur dan risk quotient sebesar 0,18 (RQ ≤ 1) untuk respondent dari Pantai Amed.
Seluruh sampel ikan yang diuji terdeteksi mengandung Hg namun, belum melewati ambang batas aman. Berdasarkan perhitungan analisis risiko, kandungan Hg pada sampel ikan dari Pantai Sanur berpotensi menimbulkan risiko kesehatan bagi responden yang mengonsumsinya, namun diperlukan adanya penelitian lanjutan untuk memastikan hasil tersebut.
Kata kunci : merkuri, ikan, nelayan, ARKL.
ABSTRACT
Mercury (Hg) is known as a dangerous and toxic heavy metal. The use of mercury which is not accompanied by waste management and the ability of mercury to accumulate in the environment contribute to increased mercury emissions. This study aims to assess mercury levels in fish and evaluate the health risk in fishermen from Amed Beach Karangasem and Sanur Beach Denpasar, Bali. The study used an environmental health risk analysis (ARKL) approach, with a purposive sampling technique and simple random sampling of the respondents. The sample was the dominant type of fish consumed by subjects in each research location, and respondents were fishermen. Determination of Hg levels was carried out by Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). Results showed that the average concentration of Hg in samples from Sanur Beach was 0.162 µg/g, higher than that of Amed Beach which was 0.024 µg/g. The analysis of risk showed a risk quotient value of 1.09 (RQ> 1) for respondents from Sanur Beach and a risk quotient of 0.18 (RQ ≤ 1) for respondents from Amed Beach. All samples tested positive for Hg, however, had not exceeded the safe threshold. Based on the calculation of risk analysis, the Hg content in fish samples from Sanur Beach has the potential to pose a health risk for respondents who consume them, however, further research is still needed to ascertain this finding.
Keywords: mercury; fish; fishermen; risk assessment
PENDAHULUAN
Merkuri (Hg) merupakan salah satu jenis logam berat yang bersifat sangat berbahaya dan beracun yang dapat menyerang ginjal dan organ tubuh lainnya termasuk jantung, sistem pernapasan, sistem pencernaan, sistem reproduksi maupun
sistem imun (IPEN, 2014). Merkuri dapat ditemukan pada udara, air, maupun tanah yang dapat terjadi secara natural maupun karena aktifitas manusia. Senyawa logam berat Hg dapat ditemukan dalam berbagai bentuk antara lain elemental merkuri atau merkuri dasar (Hg0), ionic merkuri ( Hg(II)
atau Hg2+), dan metil merkuri (MeHg) (UNEP & WHO, 2008). Merkuri memiliki afinitas terhadap lipid sehingga mudah terakumulasi di dalam tubuh organisme bila dibandingkan dengan senyawa logam berat lainnya. (Suseno, 2011).
Data dari UNEP’s 2013 Global Mercury Assessment menyatakan bahwa artisanal and small-scale gold mining (ASGM) atau pertambangan emas skala kecil merupakan sektor yang berkontribusi sebesar 37 persen terhadap peningkatan emisi Hg di dunia (BRI, 2014). Menurut data yang dilaporkan oleh Bali Fokus pada tahun 2013 mengenai titik rawan Hg di Indonesia, salah satu lokasi yang menjadi titik rawan Hg yang terletak dekat dengan pulau Bali ialah kecamatan Sekotong, yang terletak sekitar 28,7 km di sebelah barat daya kota Mataram, ibukota provinsi Nusa Tenggara Barat dengan jumlah pemakaian Hg mencapai 300 – 500 gram setiap 4 jam, saat semua gelundung beroperasi diperkirakan sebanyak 20-50 gram Hg dilepaskan ke lingkungan per harinya, dan 73 – 183 ton Hg per tahunnya (Bali Fokus, Anrika Association, & IPEN Heavy Metals Working Group, 2013).
Berdasarkan data oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali tahun 2014 mengenai produksi perikanan tangkap dan jumlah nelayan, maka diperoleh data bahwa Kabupaten Karangasem dan Kota Denpasar menduduki posisi atas dibandingkan dengan wilayah kabupaten lainnya.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana kandungan Hg telah masuk ke dalam hasil laut dan risikonya terhadap nelayan di Pantai Amed
Karangasem dan Pantai Sanur Denpasar, Provinsi Bali.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di 2 lokasi yaitu Pantai Amed Karangasem dan Pantai Sanur Denpasar, pada bulan Maret – Mei 2016. Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif dengan rancangan cross sectional dan menggunakan pendekatan pendekatan analisis risiko kesehatan lingkungan (ARKL).
Sampel penelitian adalah ikan yang diperoleh dari lokasi penelitian dan dominan dikonsumsi oleh subjek penelitian. Responden atau subjek penelitian dalam penelitian ini adalah penduduk yang berprofesi sebagai nelayan di lokasi penelitian. Teknik pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling untuk pemilihan sampel ikan dengan jumlah 3 ekor tiap jenisnya, dan simple random sampling untuk pemilihan responden atau subjek penelitian dengan jumlah 28 orang responden di masing-masing lokasi penelitian sehingga total responden adalah 56 orang.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain konsentrasi risk agent (C), laju asupan konsumsi (R), frekuensi pajanan, durasi pajanan, berat badan, periode waktu rata-rata, dosis referensi (RfD), umur, pendidikan, konsumsi ikan, jenis ikan yang dikonsumsi, frekuensi konsumsi per hari, frekuensi konsumsi per minggu, perlakuan sebelum dikonsumsi, sumber ikan, cara memasak ikan, dan penambahan pengawet. Data yang digunakan merupakan data primer dengan menggunakan kuisioner dan hasil uji laboratorium (Spektrofotometer
Serapan Atom (AAS)) dan data data sekunder melalui data yang diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali.
Proses pengolahan data dilakukan dengan beberapa tahap yaitu editing, coding, entry, dan analisis data. Analisis data dilakukan secara deskriptif berupa analisis univariat untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi masing-masing variabel dan analisis bivariate untuk mengetahui distribusi masing-masing variabel berdasarkan lokasi.
Penghitungan analisis risiko kesehatan dilakukan dengan beberapa tahapan, yang pertama yaitu uji kandungan Hg pada sampel ikan. Lalu dilanjutkan dengan menghitung asupan makanan / intake responden menggunakan rumus berikut (DEPKES, 2012):
C ×R×fε× Dt Intake = ——------- Wb × tAVG
C = Konsentrasi risk agent (merkuri)
(mg/gr)
R = Laju asupan/konsumsi (gram/hari)
fe = Frekuensi pajanan (hari/tahun)
Dt = Durasi pajanan (tahun)
Wb = Berat badan (kg)
Setelah diperoleh nilai intake, dilanjutkan dengan menghitung besarnya risiko pemajanan dengan nilai dose reference (RfD) sebesar 1 x 10-4 mg/kg/hari dengan rumus sebagai berikut (DEPKES, 2012):
RQ = intake ÷ RfD
Tingkat risiko dinyatakan aman apabila RQ≤1, dan dinyatakan tidak aman apabila nilai RQ >1.
HASIL
Karakteristik Responden
Tabel 1. Karakteristik Responden
Karakteristik |
f (N = 56) |
P (%) |
Mean ± SD |
Umur |
- |
- |
45,45 ± 10,34 |
Tinggi Badan |
- |
- |
169,23 ± 5,89 |
Berat Badan |
- |
- |
71,95 ± 13,15 |
IMT | |||
Pantai Amed | |||
- Gemuk |
10 |
35,71 |
- |
- Normal |
17 |
60,71 |
- |
- Kurus |
1 |
3,57 |
- |
Pantai Sanur | |||
- Gemuk |
14 |
50,00 |
- |
- Normal |
14 |
50,00 |
- |
- Kurus |
- |
- |
- |
Pendidikan
Pantai Amed
Pantai Sanur
|
92,86 - 7,14 - - - 21,43 - 67,86 - 10,71 - |
Berdasarkan tabel 1, karakteristik responden, rerata umur responden adalah 45,45 dengan rerata tinggi badan 169,23 cm dan rerata berat badan 71,95 kg. Berdasarkan kategori indeks massa tubuh (IMT), diketahui sebanyak 24 orang (42,86%) responden masuk ke dalam kategori gemuk dan sebanyak 31 orang (55,36%) responden berada dalam kategori normal. Tingkat |
pendidikan responden di lokasi penelitian Pantai Amed cenderung rendah dari 28 orang responden, 26 orang (92,86%) memiliki tingkat pendidikan rendah yakni diantaranya tidak sekolah, SD maupun SMP. Untuk tingkat pendidikan responden di Pantai Sanur berada pada kategori sedang yang mencapai 19 orang (67,86%). |
Pola Konsumsi Ikan
Tabel 2. Jenis Ikan yang Dikonsumsi
Variabel f(N=56) |
P(%) |
Pantai Amed - Tongkol 28 - Lainnya - |
100,00 - |
Pantai Sanur - Tongkol 12 - Lainnya 16 |
42,86 57,14 |
Tabel 2, menunjukkan bahwa seluruh responden (100%) di Pantai Amed mengonsumsi jenis ikan yang sama yaitu ikan tongkol. Responden di Pantai Sanur |
menunjukkan sebanyak 12 orang (42,86%) mengonsumsi ikan tongkol dan sisanya mengonsumsi ikan jenis yang lain diantaranya ikan jangki, kerapu, kakap, dll. |
Tabel 3. Frekuensi Konsumsi
Frekuensi Konsumsi per Hari |
Lokasi | |||
Pantai Amed (N=28) |
(%) |
Pantai Sanur (N=28) |
(%) | |
< 2 kali |
- |
- |
4 |
14,29% |
2 kali |
10 |
35,71% |
15 |
53,57% |
3 kali |
18 |
64,29% |
7 |
25,00% |
> 3 kali |
- |
- |
2 |
7,14% |
Frekuensi Konsumsi per Minggu | ||||
< 2 kali |
- |
- |
- |
- |
2 kali |
- |
- |
1 |
3,57% |
3 kali |
- |
- |
6 |
21,43% |
> 3 kali |
28 |
100,00% |
21 |
75,00% |
Tabel 3 menunjukkan frekuensi konsumsi per hari dan per minggu. Diketahui responden di Pantai Amed yang mengonsumsi ikan 3 kali per hari mencapai angka 18 orang (64,29%) dan yang mengonsumsi ikan 2 kali per hari mencapai angka 10 orang (35,71%). Responden yang mengonsumsi ikan 3 kali per hari di Pantai Sanur mencapai 7 orang (25,00%) dan yang mengonsumsi ikan 2 kali per hari mencapai angka 15 orang (53,57%). Untuk frekuensi konsumsi ikan per minggu responden menunjukkan bahwa di Pantai Amed seluruh repondennya 28 orang (100,00%) mengonsumsi ikan lebih dari 3 kali per minggu. Responden di Pantai Sanur yang mengonsumsi ikan lebih dari 3 kali per minggu mencapai 21 orang (75,00%) dan mengonsumsi ikan 3 kali per minggu mencapai 6 orang (21,43%). Pola konsumsi responden menunjukkan bahwa seluruh responden baik di Pantai Amed maupun Pantai Sanur seluruhnya mengonsumsi ikan
dan merupakan ikan segar. Sebanyak 19 orang (67,86%) responden di Pantai Amed dan 28 orang (100,00%) responden di Pantai Sanur mengonsumsi ikan yang merupakan hasil tangkapan sendiri.
Hasil uji menunjukkan bahwa kandungan Hg pada seluruh sampel ikan belum melewati batas ambang cemaran logam berat Hg terhadap ikan yang ditetapkan oleh SNI 7387:2009 tahun 2009. Kandungan Hg tertinggi ditemukan pada jenis ikan kerapu, dengan kandungan sebesar 0,3770 μg/g. Rata-rata dari kandungan Hg pada masing-masing jenis ikan yakni ikan tongkol sebesar 0,024 μg/g ( 0,000024 mg/gr), ikan kerapu 0,285 μg/g (0,000285 mg/gr), dan ikan jangki 0,039 μg/g (0,000039 mg/gr).
Tabel 4. Perhitungan Risk Quotient (RQ) pada Nelayan yang mengkonsumsi ikan yang menggandung Merkuri (Hg)
Lokasi C R Dt fe Wb tavg I (mg/kg- RfD RQ (mg/gr) (g/hari) (tahun) (hari/ (kg) (hari) hari) (mg/kg tahun - | |
) |
hari) |
P.Ame 0,00024 54 30 350 d |
67 10950 1,85E-05 0,0001 0,185484 |
P.Sanu 0,000162 54 30 350 r |
77 10950 0,000109 0,0001 1,089415 |
Berdasarkan tabel 4, hasil |
faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan intelegensi manusia (Meitasari, 2008). Tingkat frekuensi |
perhitungan analisis risiko (RQ) menunjukkan bahwa konsumsi ikan yang menggandung Hg berpotensi berisiko bagi nelayan di Pantai Sanur ditunjukkan dengan perhitungan RQ yang memiliki hasil lebih dari 1 (RQ>1), sedangkan konsumsi ikan bagi nelayan di Pantai Amed belum berisiko atau |
konsumsi ikan yang cenderung tinggi dipengaruhi oleh lokasi tempat tinggal responden yang sebagian besar di pesisir pantai, terutama untuk responden yang berada di Pantai Amed yang seluruhnya bermukim di pesisir pantai, berbeda dengan nelayan di Pantai Sanur yang umumnya |
masih aman dengan perhitungan RQ yang |
tidak bermukim di pinggir atau pesisir |
memiliki hasil kurang dari 1 (RQ≤1). |
pantai. |
DISKUSI | |
Pola konsumsi responden atau subjek |
Tingkat pendidikan dapat |
penelitian sebagai aspek yang berperan |
mempengaruhi kemampuan seseorang |
penting dalam penelitian yang |
untuk memahami berbagai aspek |
menggunakan pendekatan analisis risiko |
pengetahuan termasuk diantaranya |
kesehatan ini, diperoleh datanya dengan |
pengetahuan gizi yang dapat mempengaruhi |
menggunakan kuisioner yang cenderung |
seseorang dalam memilih jenis dan jumlah |
mengarah pada food frequency quistionare |
pangan yang dikonsumsinya (Meitasari, |
(FFQ) yang sederhana dan bertujuan untuk |
2008). Sejalan dengan hal tersebut, hasil |
mengetahui frekuensi konsumsi pangan |
penelitian menunjukkan bahwa tingkat |
yang merupakan salah satu variabel yang |
pendidikan responden di Pantai Amed |
dapat digunakan untuk menganalisis tingkat |
sebagian besar berada pada tingkat rendah |
risiko. Menurut Bimas Ketahanan Pangan |
sehingga pemahaman akan pengetahuan |
(2011), pola konsumsi pangan dapat |
gizi dan pangan masih kurang. Selain tidak |
dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, sosial, |
terpenuhinya kebutuhan berbagai zat gizi |
dan budaya masyarakat. Konsumsi pangan |
lainnya, ketiadaan keberagaman konsumsi |
yang cukup dan seimbang menjadi salah satu |
pangan atau pangan yang dikonsumsi secara |
tunggal di lokasi tersebut dapat menjadi salah satu peluang untuk mengakumulasi cemaran-cemaran logam yang terdapat pada ikan.
Jenis ikan yang digunakan sebagai sampel di Pantai Amed yaitu ikan tongkol dan jenis ikan yang digunakan sebagai sampel di Pantai Sanur yaitu ikan kerapu dan ikan jangki. Pemilihan jenis ikan tersebut berdasarkan pada jenis yang dominan atau sering dikonsumsi oleh responden atau nelayan.
Serupa dengan penelitian jenis ARKL sebelumnya, penelitian oleh Margampe, Daud, & Birawida (2014) diketahui menggunakan 2 jenis hasil laut berupa ikan kembung dan kerang darah yang merupakan jenis yang paling banyak dijual dan dikonsumsi oleh nelayan di wilayah pesisir Kota Makassar (Margampe, Daud, & Birawida, 2014). Penelitian uji kadar Hg pada ikan juga dilakukan di perairan laut Sulawesi, dengan menggunakan 3 jenis sampel ikan (ikan cakalang, ikan tongkol, dan ikan tuna sirip kuning) pada 2 lokasi Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) yaitu PPI Kwandang dan PPI Gentuma. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa ikan yang paling tinggi mengakumulasi Hg yaitu pada ikan tongkol, dengan kandungan masing- masing 0,18 ppm di lokasi penelitian PPI Kwandang dan 0,28 ppm di PPI Gentuma (Dai, 2013). Apabila dibandingkan dengan hasil penelitian tersebut, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan Hg pada ikan pelagis lebih rendah dibandingkan dengan ikan demersal. Hasil uji kandungan Hg pada sampel ikan hasil tangkapan nelayan di Pantai Amed dan Pantai Sanur menunjukkan hasil bahwa sampel ikan
(kerapu dan jangki) yang diambil di Pantai Sanur memilliki kandungan Hg yang lebih tinggi mencapai 0,162 µg/g atau 0,162 ppm apabila dibandingkan dengan sampel ikan tongkol di Pantai Amed yang memiliki nilai kandungan Hg 0,024 µg/g atau 0,024 ppm. Pada kedua penelitian belum terlihat adanya kandungan Hg yang melewati batas maksimum kandungan Hg dalam pangan.
Hal serupa dinyatakan dalam penelitian Mustaruddin (2013), yang meneliti kandungan Hg pada ikan di daerah Teluk Jakarta dan hasil yang diperoleh menyatakan bahwa hampir seluruh ikan demersal memiliki kandungan cemaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan pelagis. Sifat ikan demersal yang pasif dan tidak bermigrasi jauh, memudahkan terjadinya akumulasi Hg lebih banyak dalam jangka waktu yang lama apabila dibandingkan dengan ikan yang aktif bermigrasi seperti ikan pelagis. Namun, apabila intensitas pencemaran merkuri dari daratan terus meningkat bukan tidak mungkin ikan pelagis akan semakin tercemar nantinya meskipun memiliki dinamika migrasi yang baik (Mustaruddin, 2013). Dengan tingginya kandungan Hg pada sampel ikan kerapu yang diambil di Pantai Sanur dibandingkan dengan sampel ikan lainnya, dapat mengindikasikan bahwa terdapat potensi pencemaran perairan Pantai Sanur oleh Hg. Bahan pencemar Hg sendiri dapat berasal dari hasil aktivitas perkantoran, pasar, maupun industri.
Pada tahun 2008, Laporan Status Lingkungan Hidup Kota Denpasar memaparkan bahwa kawasan perairan di daerah Sanur mengalami ancaman pencemaran yang dipicu oleh sampah atau limbah kegiatan perkotaan yang tidak
berimbang dengan upaya pengelolaan lingkungan dan secara umum yang teridentifikasi sebagai pencemar utama antara lain kegiatan rumah tangga, usaha/kegiatan perdagangan, dan rumah sakit. Berdasarkan pemaparan tersebut, terdapat potensi pencemar berasal dari hasil aktivitas manusia di daratan yang akhirnya bermuara ke laut, didukung pula dengan kondisi wilayah Sanur yang padat dengan aktivitas pariwisata dan padatnya penduduk. Tidak terdapatnya aktivitas pertambangan di suatu daerah tidak menjamin bahwa daerah tersebut bebas dari cemaran logam berat Hg maupun jenis logam berat lainnya.
Dilihat dari konsumsi ikan oleh nelayan berdasarkan perhitungan intake, dengan hasil masing – masing di Pantai Amed sebesar 1,85E-05 mg/kg.hari atau 1,298 µg/kg per minggu , serta Pantai Sanur sebesar 0,000109 mg/kg.hari atau 0,763 µg/kg per minggu. Apabila dibandingkan dengan angka PTWI (provisional tolerable weekly intake) yang ditetapkan oleh WHO yakni 1,6 µg/kg per minggu, maka konsumsi per minggu oleh nelayan di Pantai Amed dan Pantai Sanur masih tergolong aman. Namun, apabila angka ini melebihi dosis intake yang telah ditetapkan dapat berpotensi menimbulkan toksisitas dari Hg yang umumnya menyerang sistem saraf, ginjal, kardiovaskular, serta sistem organ tubuh lainnya (UNEP & WHO, 2008).
Berdasarkan perhitungan tingkat risiko (RQ) sebagai perbandingan antara intake dengan dosis referensi suatu agen risiko, responden yang berlokasi di Pantai Sanur diketahui memiliki risiko kesehatan terhadap Hg akibat konsumsi ikan (RQ > 1).
Sedangkan responden di Pantai Amed tidak mempunyai risiko kesehatan terhadap Hg (RQ ≤ 1) a kibat konsumsi ikan. Hasil penelitian ini merupakan penelitian awal untuk mengetahui pajanan Hg pada ikan laut yang sering dikonsumsi oleh responden penelitian. Masih diperlukan adanya penelitian lebih lanjut untuk memastikan hasil dari penelitian ini.
SIMPULAN
Kadar rata – rata kandungan Hg pada sampel ikan di Pantai Amed 0,024 µg/g dan Pantai Sanur 0,162 µg/g, angka tersebut masih berada dalam batas ambang yang diatur dalam SNI 7387:2009 Batas Maksimum Cemaran Hg dalam Pangan. Kandungan Hg tertinggi dideteksi pada ikan jenis kerapu yang berasal dari Pantai Sanur, dengan rata-rata konsentrasi sebesar 0,285 µg/g atau 0,000285 mg/gr. Dosis intake mingguan oleh nelayan di Pantai Amed dan Pantai Sanur masing – masing 1,298 µg/kg per minggu dan 0,763 µg/kg per minggu, masih berada dalam batas toleransi PTWI (provisional tolerable weekly intake) oleh WHO. Hasil perhitungan RQ menunjukkan bahwa responden di Pantai Sanur berpotensi memiliki risiko kesehatan terhadap konsumsi ikan yang mengandung (Hg) dengan RQ > 1. Meskipun demikian, perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk memastikan hasil tersebut.
SARAN
Studi ini merupakan penelitian awal untuk mengetahui cemaran Hg pada ikan yang sering dikonsumsi oleh responden penelitian dan perhitungan risikonya. Penelitan lanjutan perlu dilakukan untuk memastikan hasil dari penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
BaliFokus, Anrika Association, & IPEN Heavy Metals Working Group. (2013). Titik Rawan Merkuri di Indonesia.
BRI. (2014). Center for Mercury Studies.
Dai, R. R. (2013). Uji Kadar Merkuri pada Beberapa Jenis Ikan di Perairan Laut Sulawesi. Universitas Negeri Gorontalo.
DEPKES RI. (2012). Pedoman Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL). Retrieved from
perpustakaan.depkes.go.id:8180/.../BK2 012-486.pdf
IPEN. (2014). Global Mercury Hotspots - New Evidence Reveals Mercury Contamination Regularly Ecxeeds Health Advisory Levels in Humans and Fish Worldwide.
Margampe, A., Daud, A., & Birawida, A. B. (2014). Analisis Risiko Merkuri (Hg) dalam Ikan Kembung dan Kerang Darah pada Masyarakat di Wilayah Pesisir Kota Makassar. UNHAS Repository System. Universitas Hasanuddin.
Meitasari, D. (2008). Analisis Determinan Keragaman Konsumsi Pangan pada Keluarga Nelayan. Institut Pertanian
Bogor.
Mustaruddin. (2013). Pola Pencemaran Hg dan Pb pada Fishing Ground dan Ikan yang Tertangkap Nelayan: Studi Kasus di Teluk Jakarta. Jurnal Bumi Lestari, 13(2), 214–224.
Pemerintah Kota Denpasar. (2008). Status Lingkungan Hidup Kota Denpasar Tahun 2008.
SNI. (2009). Batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan.
Suseno, H. (2011). Bioakumulasi Merkuri dan Metil Merkuri Oleh Oreochromis mossambicus Menggunakan Aplikasi Perunut Radioaktif: Pengaruh Konsentrasi, Salinitas, Partikulat, Ukuran Ikan dan Kontribusi Jalur Pakan. Universitas
Indonesia.
UNEP, & WHO. (2008). Guidance for Identifying Populations At Risk From Mercury Exposure. UNEP DTIE Chemical Branch and WHO Department of Food Safety, Zoonoses and Foodborne Diseases. Geneva, Switzerland.
18
Discussion and feedback