Arc. Com. Health • juni 2016                                                    vol. 3 no. 1 : 56 - 64

ISSN: 2527-3620

PEMETAAN BERDASARKAN LOKASI DAN JUMLAH PESAING PUSKESMAS PERAWATAN DI KABUPATEN GIANYAR YANG BERSTATUS BLUD SEBAGAI

DASAR PENYUSUNAN STRATEGI BISNIS

Putu Ayu Indrayathi*, Ketut Hari Mulyawan, Putu Novi Trisna Dewi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

*)email: [email protected]

ABSTRACT

Community health care center (Puskesmas) as gate keeper is the first level of health care that is closest to the people. Since January 2010, several puskesmas which provide inpatient care in Kabupaten Gianyar has become public service agencies (BLUD) to improve quality and access to health care services for community During the implementation of such policy, it is important to review its effectiveness especially with so many competitors in the community.

This study was a cross-sectional descriptive study. Research carried out in existing health facilities competitors in the work area BLUD community health care centers in Gianyar. Mapping was conducted using GIS and processed by the Epi Info system.

The results showed that the four community health care centers in Gianyar treatments have different levels of competition. Puskesmas Ubud I has a very high density of competition, while Puskesmas Tegallalang II has very little of competition. The implementation of such policy in Puskesmas Payangan and Puskesmas Tegallalang II is considered very effective because far from city and rarely finding a competitor health facilities.

This research recommend the community health care center to improve the promotion about existence of health care centers and quality of health care services so that communities in the solid area of competitor can switch utilize community health care center services.

Keywords : GIS, competitor of health care center, inpatient care community health 45 care center BLUD

ABSTRAK

Puskesmas merupakan pelayanan kesehatan strata pertama yang paling dekat dengan masyarakat. Untuk meningkatkan mutu dan akses pada pelayanan kepada masyarakat, beberapa puskesmas yang berstatus BLUD mulai melaksanakan kebijakan puskesmas perawatan di puskesmas kabupaten Gianyar sejak Januari 2010. Dalam hal ini, perlu ditinjau efektivitas pelaksanaan puskesmas perawatan ini terlebih dengan banyaknya fasilitas kesehatan pesaing yang bermunculan di tengah masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan memetakan fasilitas kesehatan pesaing puskesmas perawatan di Gianyar.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif cross-sectional. Penelitian dilakukan di fasilitas kesehatan pesaing yang ada di wilayah kerja puskesmas perawatan ber-BLUD di Kabupaten Gianyar. Pemetaan dilakukan dengan metode GIS dan diolah dengan sistem Epi info dan wawancara mendalam kepada 4 (empat) kepala puskesmas dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa empat puskesmas perawatan di Kabupaten Gianyar memiliki tingkat persaingan yang berbeda. Puskesmas Ubud 1 memiliki kepadatan persaingan yang sangat tinggi, sedangkan Puskesmas Tegallalang I pesaingnya sangat sedikit. Pada Puskesmas Payangan dan Tegallalang I pelaksanaan puskesmas perawatan dirasa sangat efektif karena jauh dari pusat kota dan jarang ditemukannya fasilitas kesehatan pesaing.

Penelitan ini menyarankan pihak puskesmas meningkatkan promosi terkait keberadaan puskesmas perawatan dan mutu pelayanan kesehatan sehingga masyarakat di wilayah padat fasilitas kesehatan pesaing dapat beralih memanfaatkan pelayanan puskesmas.

Kata kunci: GIS, fasilitas kesehatan pesaing, puskesmas perawatan, BLUD

PENDAHULUAN

Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN), puskesmas berkedudukan sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama yang bertanggung jawab menyelenggarakan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM). Untuk mewujudkan hal tersebut, puskesmas menjalankan beberapa upaya kesehatan pokok (basic health care services) dan upaya kesehatan pengembangan agar dapat memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh (comprehensive health care services) kepada seluruh masyarakat di wilayah kerjanya (Kemenkes, 2004).

Di era globlisasi ini, kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang lebih berkualitas menuntut puskesmas senantiasa untuk mengembangkan mutu pelayanannya. Hal inilah yang mendasari pemerintah membentuk suatu kebijakan mengenai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) puskesmas. Melalui kebijakan ini, puskesmas dapat lebih fleksibel mengelola keuangannya dan menyediakan pelayanan kesehatan sesuai dengan yang diperlukan oleh masyarakat di wilayah kerjanya. Selain itu, untuk meningkatkan keterjangkauan masyarakat akan pelayanan kesehatan dasar, beberapa puskesmas di Indonesia telah ditingkatkan statusnya dari puskesmas non perawatan menjadi puskesmas perawatan.

Pelaksanaan puskesmas perawatan yang telah berstatus BLUD mulai diterapkan di Bali khususnya di Kabupaten Gianyar sejak bulan Januari tahun 2010. Dari 13 puskesmas di Kabupaten Gianyar, 4 diantaranya merupakan puskesmas perawatan yang telah berstatus BLUD.

Penerapan puskesmas perawatan ber-BLUD di Gianyar bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Dengan menyandang status sebagai BLUD, maka selain meningkatkan mutu layanan kepada masyarakat, puskesmas juga perlu untuk memetakan pesaing mereka yakni pemberi pelayanan kesehatan swasta yang beroperasi di sekitar wilayah kerja puskesmas. Pemetaan pesaing ini bertujuan untuk menentukan rencana strategis yang efektif sehingga akan memberikan manfaat bagi puskesmas dalam membuat perencanaan.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan penelitian cross sectional. Populasi penelitian terdiri dari fasilitas kesehatan pesaing di wilayah kerja puskesmas perawatan di Kabupaten Gianyar yaitu Puskesmas Ubud I, Puskesmas Payangan, Puskesmas Tegallalang I dan Puskesmas Tampaksiring II. Populasi terjangkau penelitian ini yakni fasilitas kesehatan pesaing yang terdaftar di wilayah kerja puskesmas perawatan di Kabupaten Gianyar. Data dikumpulkan dengan dua tahap, pertama pengumpulan data sekunder mengenai peta wilayah kerja puskesmas dan fasilitas kesehatan pesaing yang terdaftar pada masing-masing puskesmas perawatan. Selanjutnya, pemetaan fasilitas kesehatan pesaing dilakukan dengan metode Geographic Information System (GIS). Sistem GIS merupakan suatu sistem komputer yang berfungsi untuk mengintegrasikan dan menganalisis data spasial (keruangan/wilayah) (Cromley & Mclafferty, 2012).


Pengumpulan data akan dilakukan dengan pendigitasian posisi (pengambilan titik kordinat) fasilitas kesehatan pesaing yang terdaftar termasuk puskesmas perawatan di Kabupaten Gianyar menggunakan alat Global Positioning System (GPS). Pengumpulan data geografis dengan alat GPS menghasilkan data yang akurat karena potabel menerima sinyal kordinat lokasi langsung dari satelit (Cromley & Mclafferty, 2012). Selanjutnya, pembuatan peta fasilitas kesehatan pesaing dilakukan dengan mengunduh peta wilayah kerja puskesmas dari Google Earth dengan menggunakan aplikasi Google Maps.

Semua data koordinat letak geografis fasilitas kesehatan kemudian dibuatkan basis data pada program Microsoft Excel yang selanjutnya dianalisis dengan menggunakan software Epi Info. Peta digital

dalam sistem GIS disimpan dalam model topologi, dimana objeknya akan digambarkan 94 melalui simbol titik, garis, poligon/area (Sunaryo, 2010). Untuk memperkuat hasil penelitian, dilakukan pula pengumpulan data dengan melakukan wawancara mendalam kepada 5 orang informan kunci yang dipilih secara purposive sampling.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Fasilitas kesehatan pesaing puskesmas di kabupaten Gianyar terdiri dari rumah sakit, klinik, dokter praktek swasta, bidan dan praktek perawat. Peta fasiltas kesehatan pesaing yang berada di sekitar puskesmas di Gianyar yang berstatus puskesmas perawatan dan BLUD dapat dilihat pada gambar berikut.


Gambar 1. Peta Pesaing Puskesmas

Keterangan :

merah = 500 m, kuning = 1 km, hijau = 1,5 km


Berdasarkan gambar 1 di atas, dapat dilihat bahwa empat puskesmas perawatan di Kabupaten Gianyar memiliki tingkat persaingan yang berbeda. Puskesmas Ubud 1 memiliki kepadatan persaingan yang sangat tinggi, sedangkan Puskesmas Tegallalang I pesaingnya sangat sedikit. Dalam hal ini, fasilitas kesehatan pesaing di Puskesmas Tegallalang I hanya terdapat 1 dokter dan 1 bidan praktek swasta yang berlokasi kurang lebih 1,5 km dari puskesmas. Sedangkan pada Puskesmas Ubud I, terdapat kurang lebih 11 fasilitas kesehatan pesaing yang terdiri dari klinik, dokter dan bidan dengan jarak terdekat yakni kurang lebih 500 m.

Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat diketahui bahwa Puskesmas Ubud I memiliki tingkat pesaing paling tinggi,. Banyaknya fasilitas kesehatan pesaing ini dikarenakan terdapat banyak turis baik dalam maupun luar negeri di wilayah ini serta karena tingkat perekonomian masyarakat Ubud yang baik. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Usman dkk (2010), dimana lokasi fasilitas kesehatan di Kabupaten Gunungkidul kebanyakan terletak di desa-desa yang tergolong sejahtera dan pada umumnya terletak dekat dengan ibukota kecamatan. Banyaknya fasilitas kesehatan pesaing tersebut selain memberikan kemudahan akses pelayanan kepada masyarakat setempat, tetapi juga akan menyebabkan kesenjangan pelayanan kesehatan. Dalam hal ini, masyarakat golongan kaya akan mengakses pelayanan kesehatan yang lebih berkualitas dan terdekat seperti klinik atau dokter meskipun harus membayar lebih mahal. Sedangkan masyarakat dengan

tingkat perekonomian menengah ke bawah cenderung akan memanfaatkan pelayanan di puskesmas.

Banyaknya fasilitas kesehatan pesaing di wilayah kerja Puskesmas Ubud I mungkin saja dapat menyebabkan penurunan permintaan masyarakat setempat terhadap pelayanan puskesmas. Dalam hal ini, masyarakat cenderung akan mengakses pelayanan kesehatan yang lebih dekat dari tempat tinggalnya. Hal ini didukung oleh penelitian Budiarto (1990), dimana di daerah pedesaan panjangnya jarak yang harus ditempuh akan menurunkan permintaan masyarakat akan fasilitas kesehatan (Ed= -0,13). Hal ini akan mengakibatkan masyarakat memilih mengakses pelayanan kesehatan pada dokter swasta atau klinik yang lebih dekat dengan tempat tinggalnya. Oleh sebab itu, diperlukan suatu strategi yang berbeda untuk menarik kosumen/masyarakat untuk datang berobat ke puskesmas perawatan. Pada daerah yang padat fasilitas pesaing, strategi yang dapat digunakan yakni dengan meningkatkan promosi dan kualitas pelayanan puskesmas serta mendekatkan pelayanan puskesmas ke tengah masyarakat sehingga masyarakat dapat tertarik untuk memanfaatkan pelayanan puskesmas.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa dua puskesmas perawatan memiliki lokasi yang sangat berdekatan yakni Puskesmas Ubud I dan Puskesmas Tampaksiring II. Hal ini tentunya perlu mendapat perhatian mengenai efektifitas kebijakan puskesmas perawatan yang menyediakan pelayanan 24 jam. Peta kedua puskesmas seperti terlihat pada gambar 2 berikut.

Gambar 2. Peta Puskesmas Ubud I dan Tampaksiring


Berdasarkan gambar 2 di atas, dapat dilihat bahwa lokasi Puskesmas Ubud I dan Puskesmas Tampaksiring II sangat dekat yakni kurang lebih 3 km. Hal ini mungkin saja dapat menyebabkan tumpang tindih jangkauan pelayanan oleh kedua puskesmas perawatan ber-BLUD tersebut. Hal tersebut dikarenakan luas wilayah pelayanan puskesmas yang efektif untuk sebuah puskesmas di daerah pedesaan adalah suatu area dengan jari-jari 5 km, sedangkan luas wilayah kerja optimal adalah area dengan jari-jari 3 km (Efendi, 1998).

Dengan lokasi puskesmas yang berdekatan yakni kurang lebih 3 km, memungkinkan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Tampaksiring II akan mengakses pelayanan kesehatan ke Puskesmas Ubud I. Kemungkinan adanya tumpang tindih cakupan pelayanan kesehatan ini sejalan dengan penelitian Koeriyah & Rahayu pada


tahun 2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi tumpang tindih pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Puskesmas Wanadadi I dan Mandiraja I.

Pemanfaatan puskesmas di luar wilayah kerja dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi lokasi yang strategis, harga, kelengkapan alat, kualitas dan proses pelayanan puskesmas. Sedangkan faktor eksternal meliputi aksesibilitas yang mudah, topografi wilayah, kondisi bangunan dan kondisi jalan. Oleh karena itu, masyarakat lebih memilih menggunakan puskesmas yang dekat dengan tempat tinggal dan mudah diakses sehingga memudahkan untuk mencapai puskesmas yang ingin dituju. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Semendawai (2014), dimana alasan masyarakat kota Semarang lebih memilih mengakses pelayanan di Puskesmas Mranggen III selain disebabkan pelayanan 60

yang lebih lengkap, tetapi juga karena faktor jarak dan aksesibiltas yang mudah dijangkau dari tempat tinggalnya.

Menurut Hermawan dkk, (2011) masyarakat mengakses pelayanan ke puskesmas dipengaruhi oleh faktor pelayanan kesehatan yang lengkap dan bermutu (p=0,03), tarif (p=0,002), pengalaman kesembuhan (p=0,000), faktor motivasi (p=0,000) dan faktor jarak (p=0,022). Oleh karena adanya kemungkinan tumpang

tindih lokasi Ubud maka akan


cakupan pelayanan sebagai akibat yang berdekatan antara Puskesmas I dan Puskesmas Tampaksiring II diperlukan kajian lebih mendalam efektifitas pelaksanaan kebijakan

dikarenakan jarak antar kedua puskesmas yang terlalu berdekatan tetapi juga melihat faktor pesaing yang juga banyak terdapat di kawasan tersebut.

Kondisi Puskesmas Ubud I dan Tampaksiring II tersebut sangat berbeda dengan kondisi Puskesmas Payangan dan Tegallalang I. Dalam hal ini, Puskesmas Payangan dan Tegallalang I terletak agak jauh dari pusat kota dan keramaian. Selain itu, fasilitas kesehatan pesaing baik dari klinik swasta maupun bidan praktek swasta tidak sepadat di Puskesmas Ubud I dan Tampaksiring II sehingga keberadaan puskesmas sebagai puskesmas perawatan sangat efektif. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

puskesmas perawatan yang menyediakan pelayanan 24 jam. Hal ini tidak hanya

Gambar 3. Peta Puskesmas Tegallalang I dan Payangan


Dari gambar 3 bahwa   Puskesmas

Tegallalang terletak

di atas dapat dilihat

Payangan   dan

pada daerah yang


cukup strategis dimana masih jarang ditemukan fasilitas kesehatan di sekitarnya. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan

kebijakan puskesmas perawatan tersebut merupakan terobosan yang baik sebagai upaya untuk meningkatkan akses pelayanan kepada masyarakat setempat. Dalam hal ini, puskesmas merupakan unit pelayanan kesehatan terdepan dan paling dekat dengan masyarakat. Keberadaan puskesmas di tengah masyarakat diharapkan mampu menolong permasalahan kesehatan masyarakat secara dini dan mendorong peningkatan kemauan untuk hidup sehat secara mandiri. Seperti yang terangkum dalam kutipan wawancara berikut ini.

Dengan adanya puskesmas perawatan disini ngih terbantu untuk ee... lebih cepat untuk emergency ketimbang ee..kepusat kan lebih jauh.. aksesnya kan bisa misalnya ee..udah gak bisa disini kan bisa dirujuk dari sini ke rumah sakit yang dituju kan”. (Informan P4C1)

“Nggih keberadaan puskesmas perawatan ini sangat membantu masyarakat ngih, ee.. menurut tiang meskipun ada klinik swasta dan rumah sakit masih tetap efektif puksesmas driki karena kan kadang–kadang ada yang percayanya di rumah sakit ada disini jadi kan tergantung masyarakatnya”.(Informan P2C2)

Meskipun beberapa puskesmas perawatan di Kabupaten Gianyar memiliki jarak yang dekat dengan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, namun dalam hal ini perlu juga melihat jumlah penduduk yang harus dilayani di masing–masing wilayah kerja puskesmas perawatan, sehingga keberadaan puskesmas perawatan sangat penting terutama untuk menurunkan angka rujukan ke rumah sakit. Berikut kutipan wawancara dengan informan.

“Meskipun jarak antar fasilitas pelayanan kesehatan dekat, tapi prinsip yang kita lihat jangan jarak antar fasilitas pelayanan kesehatan saja tapi juga jumlah penduduk yangharus dilayani dan guna menurunkan angka rujukan, sehingga program pelayanan kesehatan 24 jam pada puskesmas perawatan sangat diperlukan”. (Informan P4A1)

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa melalui pelaksanaan puskesmas perawatan ini dapat menurunkan angka rujukan ke rumah sakit. Puskesmas perawatan sendiri merupakan puskesmas yang diberikan tambahan ruangan dan fasilitas untuk menolong pasien gawat darurat baik tindakan operatif maupun rawat inap sementara. Dengan adanya puskesmas perawatan yang menyediakan pelayanan 24 jam ini, masyarakat yang akan melakukan persalinan maupun menderita penyakit dengan kasus ringan dapat ditangani di puskesmas terlebih dahulu (Effendi & Makhfudli, 2009).

Hal ini tidak hanya dapat menolong lebih cepat, tetapi juga dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan pelayanan kesehatan tingkat pertama dan mengurangi penumpukan jumlah pasien di rumah sakit. Menurut Syafrudin & Hamidah (2009), keuntungan dengan adanya sistem rujukan dari pelayanan kesehatan lebih rendah ke pelayanan yang lebih tinggi adalah adanya pertolongan yang dapat diberikan secara lebih cepat, murah, dan secara psikologis memberi rasa aman pada pasien dan keluarganya.

Hal ini bertujuan untuk meningkatkan mutu, cakupan dan efisiensi pelayanan kesehatan secara terpadu. Keberadaan

puskesmas perawatan yang awalnya adalah untuk mendekatkan akses masyarakat ke pelayanan kesehatan dasar, dinilai membuat masyarakat menjadi manja oleh petugas kesehatan di Puskesmas Tampaksiring II, misalnya ketika terdapat pasien yang menderita batuk, pilek sejak pagi hari namun dibawa ke puskesmas pada sore atau malam hari, meskipun demikian namun pengguna layanan tetap dilayani. Berikut kutipan wawancara dengan informan :

“Menurut saya puskesmas perawatan penting tapi kadang pasien terlalu manja jadinya, kadang sakitnya bukan darurat disini kita buka 24 jam kan UGD, pasien yang batuk pilek sudah dari pagi dibawanya kepuskesmas pada sore atau malam harusnya itu kan kepuskesmas pagi dipoli apalagi malam kan gak ada dokternya , meskipun seperti itu tapi tetap dilayani ya mungkin mereka sempatnya datang pada sore atau malam hari”.(Informan P4B1)

Meskipun sejak diselenggarakannya puskesmas perawatan menyebabkan masyarakat menjadi lebih manja dalam mengakses pelayanan kesehatan, tetapi ketersediaan pelayanan 24 jam ini sangat diperlukan masyarakat khususnya di wilayah pedesaan yang jauh dari rumah sakit. Dengan diselenggarakannya puskesmas perawatan ini, masyarakat dapat lebih dekat dan mudah mengakses pelayanan kesehatan setiap saat tidak hanya di pagi hari saja. Hal ini tentu saja dapat mendukung upaya pemerintah Indonesia untuk menyediakan pelayanan kesehatan bermutu secara adil, terjangkau dan berkelanjutan kepada masyarakat tanpa adanya diskriminasi. Sehingga melalui pelaksanaan puskesmas perawatan berstatus

BLUD ini dapat mendorong tercapainya visi puskesmas yakni tercapainya kecamatan sehat menuju terwujudnya Indonesia sehat (Kemenkes, 2004).

SIMPULAN DAN SARAN

Empat puskesmas perawatan berstatus BLUD di Kabupaten Gianyar memiliki tingkat pesaing yang berbeda. Dalam hal ini, pelaksanaan puskesmas perawatan di wilayah kerja Puskesmas Payangan dan Tegallalang I merupakan suatu terobosan yang baik dalam upaya meningkatkan akses pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Namun, efektivitas pelaksanaan puskesmas perawatan di Puskesmas Ubud I dan Tampaksiring I perlu dikaji kembali. Hal ini dikarenakan lokasi kedua puskesmas yang sangat berdekatan dan padat akan fasilitas kesehatan pesaing lainnya.

Dalam hal ini, peneliti menyarankan petugas puskesmas melakukan suatu upaya pendekatan dan peningkatan promosi mengenai keberadaaan puskesmas perawatan serta peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan sebagai upaya untuk menarik minat masyarakat untuk berobat ke puskesmas.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih yang besar kami sampaikan kepada pihak DIKTI dan LPPM Unud atas kesempatan pendanaan yang diberikan sehingga penelitian ini bisa dilaksanakan juga kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar dan seluruh responden yang terlibat dalam proses penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Budiarto,W. (1990). Elastisitas Permintaan Upaya Kesehatan Puskesmas di Kabupaten 272 Ponorogo. Buletin Penelitian Kesehatan, 18(1): 39–48.

Cromley,E.K., & Mclafferty,S.L. (2012). GIS and Public Health (2nd ed.). New York: The Guilford Press.

Effendy,N. (1998). Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat (Edisi Kedua). Jakarta:  Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

Effendy,F., & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan dan  Komunitas: Teori dan

Praktik Dalam  Keperawatan. Jakarta:

Penerbit Salemba Medika.

Hermawan,A.,Aminoto,C., & Septiwi,C. (2011). Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Masyarakat Berobat di Puskesmas Kecamatan Buayan. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, 7(2): 91–100.

Kemenkes. (2004). Kebijakan Dasar Puskesmas. Jakarta:    Kementrian    Kesehatan

Republik Indonesia.

Koeriyah,U.M., & Rahayu,S. (2013). Kajian Tingkat Pelayanan Puskesmas di Kabupaten Banjarnegara. Jurnal Teknik PWK, 2(3): 408–422.

Semendawai,T., & Wahyono,H. (2014). Pelayanan Kesehatan Lintas Batas Daerah Puskesmas Mranggen III di Kawasan Perbatasan Kota Semarang dan Kabupaten Demak. Jurnal Teknik PWK, 3(1): 117–133.

Sunaryo. (2010). Sistem Informasi Geografis untuk Kajian Masalah Kesehatan. BALABA, 6(01): 26–27.

Syafrudin, & Hamidah. (2009). Kebidanan Komunitas. Jakarta:  Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

Usman, S., Widhyharto, D., & Maika, A.

(2010). Strategi Penciptaan Pelayanan Kesehatan Dasar untuk Kemudahan Akses Kemudahan Akses Penduduk Desa Miskin. JSP Jurnal Ilmu Sosiap dan Ilmu Politik, 13(3).

64