FAKTOR RISIKO KEJADIAN ASMA PADA ANAK DI KOTA PADANG
on
Arc. Com. Health • juni 2016
ISSN: 2527-3620
Vol. 3 No. 1 : 1 - 7
FAKTOR RISIKO KEJADIAN ASMA PADA ANAK DI KOTA PADANG
Masrizal Dt Mangguang
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas Padang email : [email protected]
ABSTRACT
Asthma is a chronic disease that is often found in children. Based on the National Health Survey (RISKESDAS) in Indonesia, the prevalence of asthma in the Province of West Sumatra was 3,6%, this is relatively high compared to other provinces. The incidence of asthma among children(1-14 years old) in the Public Health Center (PHC) of Pauh was 6% higher compared to other PHCs. This study aimed to identify risk factors associated with the incidence of asthma among children in Pauh Public Health Center.
This study used a case-control study and included 1-14 year old children with asthma who visited PHC of Pauh as case and 1-14 year old children without asthma who visited PHC of Pauh as control. The number of samples in the case group were 32 and control group were 64. Data analysis included univariate, bivariate with the chisquare test and multivariate analysis with multiple logistic regression methods.
The risk factors that independently associated with asthma were male (OR=5.2; 95%CI: 1.5-17.9), not exclusive breastfeeding (OR=4.2; 95%CI: 1.2-14.7), family history of asthma (OR=10.8; 95%CI: 3.3-35.1), and contact with pets (OR=8.5; 95% CI: 1.3-54.9).
Boys with a family history of asthma need more attention because of their higher risk. Prevention is advised to start since birth through early lactation initiation and followed by exclusive breastfeeding. Family participation in the prevention of asthma is warranted since they have a big role in minimizing their child’s contact with animals.
Keywords: asthma in children, risk factors.
ABSTRAK
Asma merupakan penyakit kronis yang sering dijumpai pada anak. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan bahwa Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi dengan prevalensi asma yang tinggi sebesar 3,6%. Di Puskesmas Pauh insiden pada kelompok umur 1-14 tahun lebih tinggi, sebesar 6%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian asma pada anak yang menjalani rawat jalan di Puskesmas Pauh.
Penelitian ini adalah case control study. Populasi kasus adalah anak usia 1-14 tahun yang mengalami asma dan rawat jalan di Puskesmas Pauh, sedangkan kontrol adalah anak umur 1-14 tahun yang tidak asma dan tinggal di kecamatan Pauh. Jumlah sampel pada kasus sebanyak 32 orang dan jumlah kontrol sebanyak 64 orang. Analisis data dilakukan secara univariabel, bivariabel dengan Chi Square test serta analisis multivariabel dengan metode regresi logistik berganda.
Dari hasil penelitian didapatkan faktor risiko yang secara murni berpengaruh terhadap kejadian asma adalah jenis kelamin laki-laki (OR=5,2; 95%CI: 1,5-17,9), Pemberian ASI tidak ekslusif (OR=4,2; 95%CI: 1,2-14,7), riwayat keluarga asma (OR=10,8; 95%CI: 3,3-35,1), kontak dengan binatang peliharaan (OR=8,5; 95% CI: 1,3-54,9).
Anak laki-laki yang mempunyai riwayat keluarga asma penting mendapat perhatian karena lebih berisiko mengalami asma. Tindakan pencegahan dilakukan sejak lahir mulai dengan memberikan inisiasi menyusui dini dan dilanjutkan pemberian ASI secara eksklusif. Keluarga dapat memberikan dukungan dengan tidak memelihara atau menghindarkan paparan binatang peliharaan.
Kata kunci : asma pada anak, faktor risiko.
PENDAHULUAN
Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan pola hidup masyarakat modern, baik polusi lingkungan, maupun zat-zat yang ada di dalam makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di masyarakat adalah asma. Asma merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan mayarakat di hampir semua negara di dunia. Asma diderita oleh anak-anak sampai dewasa dengan derajat penyakit yang ringan sampai berat, bahkan dapat mematikan (Medicafarma, 2008; Sundaru, 2007).
Menurut data organisasi kesehatan dunia (WHO), jumlah penderita asma di dunia mencapai 300 juta orang. Angka ini diperkirakan akan terus meningkat hingga 400 juta orang pada tahun 2025. Di dunia, penyakit asma termasuk 5 besar penyebab kematian. Di perkirakan 250.000 orang mengalami kematian setiap tahunnya karena asma. Prevalensi asma di dunia sangat bervariasi dan penelitian epidemiologi menunjukkan peningkatan kejadian asma terutama di negara-negara maju (Sundaru, 2007).
Departemen Kesehatan Republik Indonesia menyebutkan penyakit asma termasuk 10 besar penyebab kesakitan dan kematian, dengan jumlah penderita pada tahun 2002 sebanyak 12.500.000. Dari 25 juta penduduk Indonesia, 10% menderita asma. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2005 mencatat 225.000 orang meninggal karena asma (Departemen Kesehatan, 2012).
Menurut penelitian Afdal, dkk (2009) mengenai Faktor Risiko Asma Pada Murid
SD Usia 6-7 Tahun di Kota Padang berdasarkan Kuisioner International Study Of Asthma and Childhood (ISAAC) yang dimodifikasi didapatkan bahwa prevalensi asma pada siswa SD usia 6-7 tahun sebesar 8%. Berdasarkan analisis multivariat menggunakan regresi logistik faktor yang mempengaruhi timbulnya asma berurutan mulai yang paling dominan adalah atopi ayah atau ibu, diikuti faktor berat badan lahir dan kebiasaan merokok pada ibu serta pemberian obat parasetamol. Sedangkan pemberian ASI dan kontak dengan unggas merupakan faktor protektif terhadap kejadian asma (Afdal dkk, 2009).
Penyakit asma tidak dapat disembuhkan tetapi penderita dapat sembuh dalam arti asmanya terkontrol. Anak dengan asma yang tidak terkontrol akan menganggu kualitas hidup dan menyebabkan kehilangan waktu sekolah. Asma dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor genetik dan faktor pencetus. Faktor genetik merupakan bakat pada seseorang yang ditandai dengan adanya gen tertentu pada seseorang pengidap asma. Gen tersebut didapat karena diturunkan. Sedangkan faktor pencetus dapat digolongkan menjadi faktor pencetus dari luar tubuh dan dalam tubuh (Aryandani, 2010; Pohan dkk, 2003).
Laporan tahunan Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2009 sampai 2011 menunjukkan kejadian asma mengalami peningkatan dari 13,3% pada tahun 2009 menjadi 15,4% pada tahun 2010 dan 15,4% pada tahun 2011. Dari 20 puskesmas yang ada di kota Padang, Puskesmas Pauh yang menempati urutan pertama kunjungan asma yang tertinggi, yaitu 17,6% pada tahun 2009, 23,4 % pada tahun 2010 dan 30,7 % pada
tahun 2011 (Dinkes Sumbar, 2010; Dinkes Kota Padang, 2011). Data Puskesmas Pauh menunjukkan kejadian asma pada kelompok umur 1-14 tahun Bulan Januari – Desember 2011 sebesar 6,0%, kelompok umur 15-44 tahun sebesar 4,1%, kelompok umur 45-54 tahun sebesar 5,2%, kelompok umur 55-64 tahun sebanyak 4,9% dan kelompok umur ≥ 65 tahun sebanyak 5,84% (Dinkes Kota Padang, 2011).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko yang
mempengaruhi kejadian asma pada anak usia 1-14 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kota Padang tahun 2012.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan case control study, dilakukan pada bulan Desember 2011 sampai Juli 2012 di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kota Padang. Populasi penelitian terbagi menjadi 2, populasi kasus adalah anak yang menderita penyakit asma usia 1-14 tahun yang berkunjung ke Puskesmas Pauh pada bulan Januari 2011-Desember 2011 orang dan populasi kontrol adalah anak yang tidak menderita asma umur 1-14 tahun yang tinggal di Kecamatan Pauh pada periode yang sama dengan kasus. Sampel kasus pada penelitian ini dipilih dengan cara total population sampling, yaitu semua populasi kasus dijadikan sampel penelitian. Jumlah sampel kasus sebanyak 32 anak dan kontrol 64 anak.
Pengumpulan dan sumber data terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer meliputi data kejadian asma dan faktor risiko diperoleh melalui rekam medis pasien dan wawancara. Data sekunder berupa data yang berhubungan dengan penelitian yang 3
diperoleh dari Puskesmas Pauh Padang, Puskesmas Andalas, Dinas Kesehatan Kota Padang, Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat. Analisis data dilakukan dengan 3 tahap yaitu analisis univariabel, bivariabel menggunakan uji Chi-square test dan multivariabel menggunakan uji regresi logistik.
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki pada kasus lebih banyak dibandingkan perempuan yaitu sebanyak 23 orang (71,9 %), berat badan lahir rendah pada kasus lebih sedikit dibandingkan berat badan lahir normal yaitu sebanyak 11 orang (34,4 %), ibu yang memberi ASI ekslusif pada kasus lebih sedikit dibandingkan yang tidak diberi ASI secara ekslusif yaitu sebanyak 8 orang (25,0%), keterpaparan asap rokok pada kasus lebih banyak dibandingkan yang tidak ada terpapar asap rokok yaitu sebanyak 27 orang ( 84,4%), riwayat keluarga asma pada kasus lebih banyak daripada tidak ada riwayat keluarga asma yaitu sebanyak 23 orang (71,9%), anak yang berat badan gemuk pada kasus lebih sedikit dibandingkan anak yang berat badan normal yaitu sebanyak 5 orang (15,6%), anak yang sering kontak dengan binatang peliharaan lebih banyak pada kasus dibandingkan anak yang jarang dan tidak ada kontak dengan binatag peliharaan yaitu sebanyak 23 orang ( 71,9%),
Berdasarkan hasil analisis bivariabel hubungan jenis kelamin dengan kejadian asma didapatkan nilai Odds Ratio (OR) sebesar 4,5 (95%CI: 1,7-10,7) dan nilai p = 0,003. Hasil ini menunjukkan risiko
mengalami asma pada anak laki-laki 4,5 kali dibandingkan anak perempuan. Analisis hubungan berat badan lahir dengan kejadian asma didapatkan nilai OR sebesar 2,8 (95%CI%: 1,05-7,6) dengan nilai p = 0,067. Hasil ini menunjukkan bahwa risiko mengalami asma pada anak dengan riwayat berat lahir rendah (BBLR) 2,8 kali dibandingkan berat lahir normal. Hubungan antara riwayat pemberian ASI secara tidak ekslusif dengan kejadian asma didapatkan nilai OR = 3,2 (95%CI: 1,3-8,2) dengan nilai p = 0,024. Hasil ini berarti anak dengan riwayat mendapat ASI secara tidak ekslusif berisiko 3,2 kali mengalami asma dibandingkan yang ekslusif.
Hasil analisis bivariabel lainnya adalah hubungan keterpaparan asap rokok dengan kejadian asma didapatkan OR sebesar 3,2 (95%CI: 1,1-9,5) dengan nilai p = 0,049. Hasil ini menunjukkan anak yang terpapar asap rokok mempunyai risiko mengalami asma 3,2 kali dibandingkan yang tidak terpapar asap rokok. Hasil analisis hubungan antara riwayat keluarga asma dengan kejadian asma diperoleh OR sebesar 11,1 (95%CI: 4,1-
29,9) dengan nilai p<0,001. yang berarti adanya riwayat keuarga asma merupakan faktor risiko terhadap kejadian asma. Analisis hubungan kontak dengan binatang peliharaan dengan kejadian asma diperoleh nilai OR sebesar 6,2 dengan nilai p = 0,021. Hasil ini menunjukkan anak yang ada kontak dengan binatang peliharaan berisiko 6,2 kali untuk mengalami asma dibandingkan anak yang tidak ada kontak dengan binatang peliharaan. Untuk hubungan kegemukan dengan kejadian asma didapatkan tidak ada hubungan dengan nilai p = 0.916.
Analisis dilanjutkan dengan melakukan uji regresi logistik untuk mengetahui faktor yang secara murni (independent) berhubungan dengan terjadinya asma pada anak. Berdasarkan hasil analisis multivariabel didapatkan faktor resiko yang secara murni berpengaruh meningkatkan risiko terjadinya asma pada anak adalah jenis kelamin laki laki, riwayat pemberian ASI secara tidak eksklusif, adanya riwayat keluarga asma dan terpapar binatang peliharaan (Tabel 1).
Tabel 1. Hasil Analisis Multivariabel Faktor Risiko Asma pada Anak
Faktor Risiko |
Adjusted OR |
95%CI |
Nilai p |
Jenis kelamin laki-laki |
5,2 |
1,5 – 17,9 |
0,008 |
Riwayat ASI tidak eksklusif |
4,2 |
1,2 – 14,7 |
0,024 |
Ada riwayat keluarga asma |
10,8 |
3,3 – 35,1 |
<0,001 |
Terpapar binatang peliharaan |
8,5 |
1,3 – 54,9 |
0,024 |
PEMBAHASAN
Penelitian ini telah membuktikan beberapa faktor risiko asma pada anak yang meliputi jenis kelamin laki-laki, riwayat pemberian ASI secara tidak eksklusif, adanya riwayat asma pada keluarga dan
terpapar binatang peliharaan. Ini merupakan hasil penting dalam menilai kemungkinan anak yang berisiko lebih tinggi mengalami asma dan dalam upaya pencegahan timbulnya asma pada anak. Berbagai penelitian sebelumnya mendapatkan hasil
yang mendukung temuan penelitian ini diantaranya penelitian Pratyahara. D (2011) yang mendapatkan prevalensi asma pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan. Perbedaan jenis kelamin pada kekerapan asma bervariasi, tergantung usia dan disebabkan oleh perbedaan karakter biologi. Kekerapan asma pada anak laki-laki usia 2-5 tahun 2 kali lebih sering dibandingkan perempuan sedangkan pada usia 14 tahun risiko asma anak laki-laki 4 kali lebih sering terkena asma.
Pemberian ASI ekslusif adalah pemberian ASI pada anak tanpa tambahan makanan atau cairan lain selama 6 bulan pertama kehidupan. Pemberian ASI telah diketahui dapat memberikan perlindungan terhadap infeksi pada bayi, namun perlindungan terhadap penyakit saluran nafas belum diketahui dengan pasti. Pemberian ASI eksklusif selama < 6 bulan berhubungan dengan peningkatan risiko asma yaitu sebanyak 1,36 kali (Roesli, 2005). Hasil penelitian yang juga mendukung temuan penelitian ini adalah penelitian Susanti Iskandar (2011) yang mendapatkan adanya riwayat keluarga menderita asma memberikan risiko lebih tinggi terkena asma pada anak. Risiko anak mengalami asma pada orang tua (keluarga) dengan asma disertai salah satu atopi tiga kali lipat dibandingkan riwayat keluarga dengan asma. Risiko anak mengalami asma jika salah satu orang tua menderita asma sebesar 25% dan jika kedua orang tuan menderita asma maka risiko asma pada anak akan meningkat menjadi 50% (Pratyahara, 2011).
Paparan hewan peliharaan merupakan salah faktor risiko yang telah terbukti sebagai pencetus asma dari beberapa
penelitian sebelumnya. Menurut penelitian Susanti Iskandar (2011) mendapatkan risiko mengalami asma pada anak dengan keluarga yang memiliki binatang peliharaan 16,94 kali dibandingkan anak dengan kelurga yang tidak mempunyai hewan peliharaan. Diperkuat juga oleh penelitian Afdal (2009) yang mendapatkan hubungan yang bermakna antara kepemilikan binatang peliharaan dengan kejadian asma pada anak.
Faktor risiko lain seperti riwayat bayi berat lahir rendah (BBLR) dan paparan asap rokok berdasarkan hasil analisis multivariabel dinyatakan masih belum cukup bukti untuk disimpulkan sebagai faktor risiko. Hal ini dapat terjadi karena jumlah sampel yang terbatas (kurang) untuk dilakukan uji regresi logistik. Walaupun demikian berbagai penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa ada hubungan antara BBLR dengan kejadian asma dengan OR=4,87 (Afdal dkk, 2009). Dapat dikatakan sejalan dengan hasil analisis bivariabel pada penelitian ini yang mendapatkan hubungan BBLR terhadap kejadian asma dengan OR sebesar 2,8. Hasil perhitungan OR yang sama-sama diatas 1 menunjukkan riwayat BBLR merupakan salah satu faktor risiko. Demikian juga faktor paparan asap rokok terhadap asma, hasil analisis bivariabel pada penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Sihombing (2010) yang mendapatkan bahwa pada penderita asma yang terpapar asap rokok lebih besar dibandingkan dengan yang bukan penderita asma bronkiale dengan OR sebesar 58,78 (95%CI: 17,65195,8) dan secara statistik bermakna dengan nilai p<0,001 (Sihombing, 2010). Asap rokok yang dihirup penderita asma secara aktif mengakibakan rangsangan pada sistem
pernapasan, sebab pembakaran tembakau menghasilkan zat iritan dalam rumah yang menghasilkan gas yang komplek dan partikel-partikel yang berbahaya, perokok pasif menghisap lebih banyak racun dalam asap rokok dibandingkan perokok aktif (Aryandani, 2010). Orang tua hedaknya tidak merokok didalam rumah, karena asap rokok tersebut dapat membahayakan kesehatan bagi anak, teruma kesehatan saluran pernapasan mereka.
Hasil penelitian ini mempunyai implikasi penting terhadap program deteksi dini atau mengenali anak yang mempunyai risiko lebih tinggi mengalami asma secara lebih awal. Anak laki-laki terutama dengan riwayat keluarga asma akan bisa dikenali sejak dini dan dilakukan berbagai upaya pencegahan supaya tidak mengalami asma. Dibuktikannya pemberian ASI secara tidak eksklusif merupakan faktor risiko asma pada anak berimplikasi terhadap pentingnya upaya inisiasi menyusui dini (IMD) dan dilanjutkan dengan pemberian ASI secara eksklusif sampai umur 6 bulan. Peningkatan cakupan IMD dan pemberian ASI eksklusif penting dilakukan melalui upaya promosi kesehatan, konseling saat ANC dan peningkatan kemampuan tenaga kesehatan memberikan informasi berkaitan pentingnya ASI. Paparan hewan peliharaan merupakan faktor risiko terhadap asma pada anak perlu ditindaklanjuti dengan memberikan promosi kesehatan dan konseling pada keluarga anak yang berisiko asma supaya sebisa mungkin tidak memelihara hewan peliharaan. Hal ini juga menunjukkan pentingnya dukungan keluarga dalam pencegahan asma pada anak.
Penelitian ini memiliki kelebihan dilihat dari tempat dilakukannya penelitian
yaitu puskesmas. Ini berarti bahwa seting penelitian berbasis pelayanan primer dimasyarakat sehingga hasilnyanya pun cukup kuat untuk mendukung program pencegahan penyakit khususnya asma ditingkat pelayan primer. Walaupun demikian jumalah sampel terutama kasus yang terbatas pada seting ini juga berdampak sebagai kelemahan penelitian. Oleh karena jumlah sampel yang relatif terbatas dibandingkan studi sejenis lainnya menyebabkan ada beberapa faktor risiko yang belum cukup bukti secara statistik diambil kesimpulan sebagai faktor risiko.
SIMPULAN DAN SARAN
Faktor risiko yang secara murni berpengaruh terhadap terjadinya asma pada anak adalah jenis kelamin laki-laki, riwayat pemberian ASI secara tidak eksklusif, adanya riwayat asma pada keluarga dan terpapar binatang peliharaan. Untuk itu penting dikenali sejak dini bahkan sejak lahir bahwa anak laki-laki yang mempunyai riwayat keluarga asma mendapat perhatian lebih karena berisiko mengalami asma. Tindakan pencegahan penting dilakukan sejak lahir mulai dengan memberikan IMD dan dilanjutkan pemberian ASI secara eksklusif. Untuk meningkatkan cakupan pemberian IMD dan dilanjutkan ASI eksklusif penting dilakukan promosi kesehatan kepada masyarakat dan konseling saat ANC kepada ibu hamil tentang pentingnya ASI untuk pertumbuhan, perkembangan dan pencegahan penyakit terutama asma pada anak. Keluarga dapat memberikan dukungan dengan tidak memelihara atau menghindarkan paparan binatang peliharaan pada anak tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Afdal,dkk. Faktor Risiko Asma Pada Murid SD
Usia 6-7 Tahun di Kota Padang Berdasarkan Kuisioner International Study Of Asthma And Childhood Yang di Modifikasi [online] 2009; Dari : http://pasca.unand.ac.id/id/unduh/bah an kuliah/artikel-program-
master-s2-2/faktor-risiko-asma-pada-murid-sekolah-dasar/.
Aryandani, R. Anak Sehat Bebas dari Asma.Golden Book. Yogyakarta;2010
Departemen Kesehatan. Asma di Indonesia. http//www.depkes.id [5 Januari 2012].
Dinas Kesehatan Kota Padang. Laporan Tahunan Penyakit Asma
2009,2010,2011. Padang : Dinas
Kesehatan Kota Padang; 2011.
______ . Laporan Tahunan Puskesmas Pauh Padang ; 2011.
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat.
Profil Kesehatan Provinsi Sumatera
Barat 2010.Padang : Dinas
Kesehatan Provinsi SUMBAR; 2011.
Medicafarma. (2008, Mei 7). Asma Bronkiale. Diakses 24 Februari 2011 dari Medicafarma: http://medicafarma.blogspot.com/2011 /05/asma- bronkiale.html.
Pratyahara, A.dayu. Asma Pada Balita.
Jogjakarta: Buku kita; 2011
Pohan YH, Yunus F dan Wiyono WH. Asma dan Polusi Udara. Maj. Cermin Dunia Kedokteran [online] 2003;141:27-9. Dari:http:// www.kalbe.co.id/...AsmadanPolusiUd ara.../09_AsmadanPolusiUdara.
Roesli U. Mengenai ASI Ekslusif. Jakarta : Trubus Agriwidya; 2005.
Sihombing, Marice. Faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian asma pada anak usia >10 tahun di
Indonesia. [online] 2010 dari
http://puslitbangkes biomedis dan farmasi.co.id.
Sundaru, H. Asma (Apa dan bagaimana pengobatanya). Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2007.
7
Discussion and feedback