Arc. Com. Health • Desember 2023

p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620                                             Vol. 10 No. 3 : 605 - 621

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MEMULAI PENGGUNAAN PRE-EXPOSURE PROPHYLAXIS PADA LELAKI SEKS LELAKI DI KOTA DENPASAR

Ni Made Rai Dwi Nuraeni, Putu Cintya Denny Yuliyatni* Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana

Jalan P.B. Sudirman, Dangin Puri Klod, Kec. Denpasar Barat, Kota Denpasar, Bali 80234

ABSTRAK

PrEP merupakan pilihan pencegahan penularan HIV/AIDS dengan angka keefektifan yang tinggi sehingga berpotensi dalam mengisi kesenjangan target program pencegahan penularan HIV/AIDS di Indonesia. Di Provinsi Bali persentase cakupan penggunaan PrEP pada LSL hanya berada pada angka 53,25%. Sedangkan, angka prevalensi HIV pada kelompok LSL meningkat 3 kali lipat dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku memulai penggunaan PrEP pada LSL di Kota Denpasar. Penelitian dengan desain cross-sectional ini melibatkan 109 LSL berstatus HIV negatif yang dipilih dengan metode convenience sampling. Data dikumpulkan dengan pengisian kuesioner menggunakan metode self-administered pada kuesioner online (Google Formulir). Analisis data menggunakan uji statistik deskriptif, uji regresi logistik sederhana, dan uji regresi logistik multipel. Hasil penelitian menunjukkan serapan memulai penggunaan PrEP pada kelompok LSL di Kota Denpasar mencapai 37,61%. Faktor penggunaan kondom kadang-kadang (aOR=5,46; 95%CI=1,99-14,94; p=0,001), orientasi

homoseksual (aOR=2,88; 95%CI=1,05-7,88; p=0,04) dan dukungan petugas kesehatan yang baik (aOR=9,11; 95%CI=3,04-27,34; p<0,0001) merupakan variabel yang paling dominan berhubungan terhadap perilaku memulai penggunaan PrEP pada LSL di Kota Denpasar. Petugas kesehatan perlu meningkatkan dukungan informasi yang komprehensif mengenai pentingnya penggunaan PrEP meskipun penggunaan kondom tetap menjadi gold standar dalam mencegah HIV. Peningkatan peran petugas lapangan yang berfokus pada penjangkauan LSL biseksual dan peningkatan dukungan teman sebaya LSL dalam memulai PrEP sangat dibutuhkan dalam optimalisasi pelaksanaan program PrEP di Kota Denpasar.

Kata Kunci : HIV AIDS, PrEP, LSL, Kota Denpasar, Yayasan Kerti Praja

ABSTRACT

PrEP is an option for preventing the transmission of HIV/AIDS which has a high effectiveness rate that has the potential to fill the gap in the target of the HIV/AIDS transmission prevention program in Indonesia. Only 53.25% of MSM in the Province of Bali were covered for PrEP use. Meanwhile, the MSM groups HIV prevalence rate has tripled over the past ten years. Therefore, this study aims to determine the factors associated with PrEP initiation behavior among MSM in Denpasar City. This cross-sectional study involved 109 HIV-negative MSM selected using convenience sampling method. Data was collected by filling out a questionnaire using the self-administered method on an online questionnaire (Google Forms). Data analysis used descriptive statistical tests, simple logistic regression tests, and multiple logistic regression tests. The results of the study showed that only 37,61% of MSM living in Denpasar City started using PrEP. The variables that were found to be most associated with the behavior of initiating use of PrEP in MSM in Denpasar City included occasional condom use (aOR=5,46; 95%CI=1,99-14,94; p=0,001), homosexual orientation (aOR=2,88; 95%CI=1,05-7,88; p=0,04), and good health worker support

(aOR=9,11; 95%CI=3,04-27,34; p<0,0001). Health worker need to increase comprehensive information support regarding the importance of using PrEP even though consistent condom use remains the gold standard in preventing HIV. Optimizing the PrEP programs implementation in Denpasar City still requires expanding the role of outreach workers who concentrate on outreach to bisexual MSM as well as strengthening MSM peers support.

Keywords: HIV AIDS, PrEP, MSM, Denpasar City, Kerti Praja Foundation

PENDAHULUAN

HIV/AIDS masih menjadi krisis permasalahan kesehatan secara global (UNAIDS, 2022). Joint United Nations Programme on HIV and AIDS (UNAIDS) * e - mail korespondensi : [email protected]

tahun 2022 menyatakan jumlah penderita HIV di dunia meningkat dari 37,7 juta pada tahun 2020 menjadi 38,4 juta pada tahun 2021. Di Indonesia, kasus HIV/AIDS mencapai puncaknya pada tahun 2019

Arc. Com. Health • Desember 2023 p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620 hingga ditemukan 466.978 kasus HIV dan 137.397 kasus AIDS pada triwulan I tahun 2022. Provinsi  Bali  termasuk  dalam

sepuluh besar  wilayah  dengan  kasus

HIV/AIDS tertinggi dengan Kota Denpasar menyumbang  sebanyak 14.492  kasus

HIV/AIDS per bulan Oktober tahun 2022 (Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, 2022).

Lelaki Seks Lelaki (LSL) merupakan kelompok homoseksual yang menjadi penyumbang tertinggi penularan HIV di wilayah Asia-Pasifik (46%) (UNAIDS, 2022). Di Indonesia, prevalensi HIV pada LSL meningkat 3 kali lipat dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, dari 7% pada tahun 2009 menjadi 17,9% pada tahun 2019.   Perkembangan   serupa juga

dilaporkan di Kota Denpasar yang menemukan kejadian HIV pada LSL meningkat dari 36% menjadi 38% (Kemenkes RI, 2019).

Pemerintah telah menerapkan berbagai strategi dalam mewujudkan target global eliminasi epidemi AIDS pada tahun 2030. Hasil survei konsistensi penggunaan kondom di Indonesia hanya mencapai 69,9% pada LSL, 63% pada waria, 66,8% pada WPS, dan 47,3% pada penasun (Kemenkes RI, 2019). Selain itu, STBP 20182019 melaporkan proporsi LSL yang pernah melakukan tes HIV di Indonesia sebesar 59% dengan cakupan Kota Denpasar hanya berada pada angka 36,3%. Pengembangan     intervensi     untuk

mendukung program pencegahan perilaku sangat dibutuhkan dalam menekan kasus HIV baru jangka panjang pada LSL.

Pre-Exposure Prophylaxis (PrEP) merupakan intervensi biomedis melalui * e - mail korespondensi : [email protected]

penggunaan obat antiretroviral oleh orang yang tidak terinfeksi HIV agar terhindar dari penularan HIV (WHO, 2019). Hasil penelitian lebih dari 10 pengujian klinis pada 18 negara menunjukkan PrEP efektif mencegah infeksi HIV lebih dari 90% jika digunakan sesuai aturan (Kemenkes RI, 2021). Jika implementasi PrEP ditingkatkan pada tahun 2022 di region Asia, maka sebanyak 17% kasus infeksi HIV baru dapat dicegah hingga tahun 2031 (ten Brink et al., 2022). Di Indonesia data cakupan pengguna PrEP masih sangat terbatas dengan persentase cakupan Provinsi Bali mencapai 53,25% dari target 693 orang.

Yayasan Kerti Praja (YKP) merupakan yayasan yang melaksanakan percontohan program PrEP di Kota Denpasar. Pada tahun 2022, cakupan orang yang memulai PrEP di YKP mencapai 52% dari target 300 orang. Hasil studi sebelumnya menunjukkan tingkat pengetahuan tentang PrEP pada LSL di sangat rendah, hanya 16% LSL di Kota Denpasar pernah mendengar tentang PrEP (Cempaka et al., 2020).

Sejalan dengan teori Precede-Proceed Model bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan individu adalah faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor pendorong dari perilaku individu tersebut. Penelitian di Afrika Barat mendapatkan LSL dengan penggunaan kondom yang tidak konsisten memiliki peluang 2,11 kali untuk menggunakan PrEP (Coulaud et al., 2018). umumnya, penggunaan kondom dan PrEP merupakan metode yang sama-sama efektif dalam memproteksi paparan virus HIV. Penggunaan PrEP yang dikombinasi

Arc. Com. Health • Desember 2023 p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620 dengan penggunaan kondom secara konsisten akan mengurangi risiko paparan infeksi HIV dengan keefektifan lebih dari 90% (Kemenkes RI, 2021). Selain itu, hasil studi Amerika Serikat menemukan LSL yang mendapatkan dukungan melalui

petugas layanan primer memiliki peluang 1,39  kali dikaitkan  dengan kesadaran

dalam penggunaan PrEP (Skinner et al., 2022).

Skala pemberian dan peningkatan inisiasi penggunaan PrEP di Indonesia perlu dioptimalkan untuk mencegah penularan HIV lebih lanjut. Maka dari itu, faktor-faktor yang mempengaruhi inisiasi penggunaan PrEP penting diketahui sebab implementasi program PrEP berpotensi dalam mengisi kesenjangan target program pencegahan HIV dan mencapai eliminasi AIDS khususnya di Kota Denpasar.

METODE

Penelitian    ini     merupakan

penelitian observasional analitik dengan desain cross-sectional.   Penelitian   ini

dilaksanakan di Yayasan Kerti Praja Denpasar dengan menggunakan data primer. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Maret-April 2023. Populasi target dalam penelitian ini adalah LSL yang berada di Kota Denpasar. Sedangkan populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah LSL yang dijangkau oleh petugas lapangan Yayasan Kerti Praja Denpasar dalam 6 bulan terakhir.

Kriteria inklusi yang ditetapkan adalah LSL berusia ≥ 18 tahun, berstatus HIV negatif, dan bersedia menjadi responden penelitian. Sedangkan kriteria eksklusi yang ditetapkan adalah LSL yang * e - mail korespondensi : [email protected]

menjadi petugas lapangan YKP. Uji hipotesis untuk estimasi proporsi pada dua populasi dihitung menggunakan aplikasi sample size sehingga didapatkan 82 sampel minimal. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik convenience sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner online (Google Formulir) dengan metode selfadministered questionnaire yang dibantu oleh petugas lapangan Yayasan Kerti Praja. Adapun jumlah seluruh sampel yang diperoleh sebanyak 109 sampel. Variabel terikat pada penelitian ini adalah perilaku memulai penggunaan PrEP pada LSL di Kota Denpasar. Variabel bebas yang diteliti adalah usia, tingkat pendidikan, status pekerjaan, tingkat pengetahuan, jumlah pasangan seksual anal, penggunaan kondom, riwayat IMS, dan orientasi seksual, keterjangkauan jarak ke pelayanan kesehatan, keterpaparan informasi, dukungan keluarga, dukungan teman, dan dukungan petugas kesehatan.

Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi responden dari setiap variabel. Analisis bivariabel (regresi logistik sederhana) digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan perilaku memulai penggunaan PrEP serta memilih variabel yang dilanjutkan ke uji multivariat dengan batas toleransi nilai p<0,25. Analisis multivariabel digunakan untuk mengetahui variabel yang dominan berhubungan secara signifikan terhadap perilaku memulai penggunaan PrEP pada LSL di Kota Denpasar. Metode analisis yang digunakan adalah multiple regression logistic dengan menggunakan metode

Arc. Com. Health • Desember 2023 p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620 backward  pada  pembentukan  model.

Penelitian ini telah dinyatakan laik etik oleh Komisi Etik Fakultas Kedokteran HASIL

Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan sebanyak 41 responden (37,61%) dalam penelitian    ini     ditemukan    telah

menggunakan PrEP. Rerata umur responden    adalah    30,88    tahun.

Berdasarkan kelompok usia, sebagian besar responden berusia ≥ 25 tahun terdapat

sebanyak 89 responden (81,65%). Berdasarkan tingkat pendidikan, mayoritas responden memiliki pendidikan terakhir perguruan tinggi sebanyak 49 responden (44,95%). Menurut status pekerjaannya, sebagian besar responden bekerja sebagai pegawai swasta sebanyak 68 responden (62,39%) dan hanya 9 responden (8,26%) yang    tidak bekerja.    Berdasarkan

keterjangkauan jarak, mayoritas responden memiliki jarak tempat tinggal ≤ 5 Km

sebanyak 64 responden (58,72%).

Sebagian    besar    responden

merupakan pria berorientasi homoseksual yaitu sebanyak 70 responden (64,22%) dengan mayoritas responden memiliki jumlah pasangan seksual anal ≥ 2 orang sebanyak 68 responden (62,39%). Responden  yang melaporkan selalu

menggunakan kondom saat berhubungan seksual dalam 3 bulan terakhir sebanyak 59 responden (54,13%) sedangkan sebanyak 10 responden (9,17%) melaporkan tidak pernah  menggunakan kondom saat

berhubungan seksual. Selain itu, sebanyak 14 responden (12,84%) memiliki riwayat IMS. Hampir seluruh responden dalam penelitian pernah mendengar informasi tentang PrEP sebelumnya yaitu sebanyak * e - mail korespondensi : [email protected]

Universitas Udayana/ Rumah Sakit Sanglah dengan Nomor: 1055/UN14.2.2.VII.14/LT/2023.

98 responden (89,91%). Sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang baik tentang PrEP yaitu sebanyak 64 responden (58,72%). Dukungan keluarga yang baik untuk memulai penggunaan PrEP hanya ditemukan sebanyak 40 responden (36,70%). Sebanyak 71 responden (65,14%) ditemukan memiliki dukungan teman yang baik dalam memulai PrEP. Dukungan petugas kesehatan dalam memulai penggunaan PrEP ditemukan cukup tinggi sebanyak 65 responden (59,63%).

Tabel 2 menunjukkan hasil analisis bivariabel menggunakan uji regresi logistik sederhana untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan perilaku memulai penggunaan PrEP pada LSL di Kota Denpasar serta menentukan variabel yang dapat dilanjutkan ke dalam pemodelan multivariat. Dari 13 variabel yang dimasukkan ke dalam analisis bivariat menunjukkan terdapat 4 variabel bebas yang berhubungan signifikan dengan perilaku memulai penggunaan PrEP (p-value<0,05) diantaranya penggunaan kondom, tingkat pengetahuan PrEP, dukungan teman, dan dukungan petugas kesehatan. Sedangkan, terdapat 9 variabel bebas yang tidak berhubungan secara signifikan dengan perilaku memulai penggunaan PrEP (p-value>0,05) diantaranya usia, pendidikan, status pekerjaan, jumlah pasangan seksual anal, riwayat IMS, orientasi seksual, keterjangkauan jarak, keterpaparan informasi, dan dukungan keluarga.

Tabel 3 menunjukkan hasil analisis multivariabel dengan menggunakan analisis regresi logistik multipel untuk mengetahui pengaruh antara variabel independen terhadap variabel perilaku memulai penggunaan PrEP dengan mengontrol antar variabel independen. Dari 13 Variabel bebas pada analisis bivariabel ditemukan hanya 6 variabel yang dimasukkan ke dalam uji model regresi logistik (p-value < 0,25) diantaranya penggunaan kondom, orientasi seksual, tingkat pengetahuan, keterjangkauan jarak, dukungan teman, dan dukungan petugas kesehatan. Pada hasil model akhir regresi logistik multipel, terdapat 3 variabel yang berhubungan secara signifikan dengan perilaku memulai penggunaan PrEP (p-value<0,05), yaitu penggunaan kondom, orientasi seksual, dan dukungan petugas kesehatan. Sedangkan 3 variabel bebas lainnya yaitu pengetahuan PrEP, keterjangkauan jarak, dan dukungan teman tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap perilaku memulai penggunaan PrEP (p-value>0,05). Berdasarkan faktor penggunaan kondom, LSL yang menggunakan kondom kadang-kadang memiliki peluang 5,46 kali lebih mungkin untuk mulai menggunakan PrEP

dibandingkan dengan LSL yang selalu menggunakan kondom (aOR=5,46; 95%CI=1,99-14,94; p=0,001) setelah dikontrol faktor orientasi seksual dan faktor dukungan petugas kesehatan. Sedangkan, LSL yang tidak pernah menggunakan kondom memiliki peluang 2,20 kali lebih mungkin untuk mulai menggunakan PrEP dibandingkan dengan LSL yang selalu menggunakan kondom namun tidak bermakna signifikan (aOR=2,20; 95%CI=0,41-11,67; p=0,36). Berdasarkan faktor orientasi seksual, LSL yang berorientasi homoseksual berpeluang 2,88 kali lebih mungkin menggunakan PrEP dibandingkan dengan LSL yang berorientasi biseksual setelah dikontrol faktor penggunaan kondom dan faktor dukungan petugas kesehatan (aOR=2,88; 95%CI=1,05-7,88; p=0,04). Berdasarkan faktor dukungan petugas kesehatan, LSL yang mendapatkan dukungan petugas kesehatan yang baik berpeluang 9,11 kali lebih mungkin untuk memulai penggunaan PrEP dibandingkan dengan LSL yang memiliki dukungan petugas kesehatan yang kurang baik setelah dikontrol faktor penggunaan kondom dan faktor orientasi seksual (aOR=9,11; 95%CI=3,04-27,34;p<0,0001).

Tabel 1. Gambaran karakteristik demografi, pengetahuan, keterpaparan informasi, dukungan keluarga, dukungan teman, dukungan petugas kesehatan, dan perilaku memulai penggunaan PrEP pada LSL di Kota Denpasar

Karakteristik (n=109)

Frekuensi         Proporsi (%)

Usia (mean ± SD)

  • ≥ 25 tahun

  • < 25 tahun

Tingkat Pendidikan

Perguruan Tinggi

SMA/SMK

* e - mail korespondensi : [email protected]

(30,88 ± 7,30)

89                  81,65

20                  18,35

49                 44,95

45                 41,28

SMP                                  12

SD                                     2

Tidak sekolah/Tidak tamat SD                  1

11,01

1,83 0,92

Karakteristik (n=109)                Frekuensi

Proporsi (%)

Pekerjaan

PNS/TNI/Polri                                2

Pegawai Swasta                              68

Wiraswasta                                  25

Pekerja Seks                                     5

Tidak Bekerja                                  9

Keterjangkauan jarak

≤ 5 Km                                  64

  • > 5 Km                                  45

Orientasi Seksual

Homoseksual                              70

Biseksual                                        39

Jumlah pasangan seks anal dalam 3

bulan terakhir

  • < 2 orang                                      41

≥ 2 orang                                      68

Penggunaan kondom dalam 3 bulan

terakhir                                           59

Selalu                                           40

Kadang-kadang                             10

Tidak Pernah

Riwayat IMS

Ya                                          14

Tidak                                       95

Keterpaparan informasi PrEP

Terpapar                                      98

Tidak terpapar                                 11

Pengetahuan PrEP

Pengetahuan baik                            64

Pengetahuan kurang baik                      45

Dukungan keluarga

Baik                                          40

Kurang baik                                 69

Dukungan teman

Baik                                          71

Kurang baik                                38

Dukungan petugas kesehatan

Baik                                          65

Kurang baik                                44

Perilaku penggunaan PrEP

1,83 62,39 22,94 4,59

8,26

58,72 41,28

64,22 35,78

37,61 62,39

54,13 36,70 9,17

12,84 87,16

89,91 10,09

58,72 41,28

36,70 63,30

65,14 34,86

59,63 40,37

e - mail korespondensi : [email protected]

Menggunakan

Tidak menggunakan

41                  37,61

68                  62,39

Total

109                 100

Tabel 2. Hubungan antara faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor pendorong terhadap perilaku memulai penggunaan PrEP pada LSL di Kota Denpasar

Faktor

Perilaku Memulai Penggunaan

PrEP

Tidak      Menggunakan   OR   [95% CI]   Nilai p

Menggunakan      n (%)

n (%)

Usia

≥ 25 tahun

  • < 25 tahun

Pendidikan

Rendah

Tinggi

Status pekerjaan

Bekerja

Tidak bekerja

Jumlah pasangan seks anal

  • < 2 orang

  • ≥ 2 orang

Penggunaan Kondom

Selalu

Kadang-kadang

Tidak pernah

Riwayat IMS

Tidak

Ya

Orientasi seksual

Biseksual

Homoseksual

Pengetahuan

Kurang baik

Baik

Jarak

  • ≤ 5 Km

  • > 5 Km

Keterpaparan

56 (62,92)         33 (37,08)      Ref

12 (60,00)          8 (40,00)       1,13    0,42-3,05      0,81

11 (73,33)          4 (26,67)       Ref

57 (60,64)         37 (39,36)       1,79    0,53-6,03      0,35

64 (64,00)        36 (36,00)      Ref

4 (44,44)          5 (55,56)       2,22    0,56-8,80      0,26

27 (65,85)         14 (34,15)      Ref

41 (60,29)         27 (39,71)       1,27    0,57-2,85      0,56

0,03*

45 (76,27)         14 (23,73)       Ref

16 (40,00)         24 (60,00)      4,82   2,02-11,53   < 0,0001

7 (70,00)           3 (30,00)        1,38    0,31-6,05      0,67

61 (64,21)         34 (35,79)       Ref

7 (50,00)          7 (50,00)       1,79    0,58-5,55      0,31

29 (74,36)         10 (25,64)       Ref

39 (55,71)         31 (44,29)      2,31    0,98-5,45      0,06*

36 (80,00)          9 (20,00)        Ref

32 (50,00)         32 (50,00)        4     1,66-9,64     0,002*

43 (67,19)         21 (32,81)       Ref

25 (55,56)         20 (44,44)       1,64    0,75-3,60      0,22*

e - mail korespondensi : [email protected]

Informasi

Tidak terpapar

Terpapar

Dukungan keluarga

Baik

Kurang baik

11 (100.00)

57 (58,16)

27 (67,50)

41 (59,42)

0

41 (41,84)

13 (32,50)

28 (40,58)

Ref 1

Ref 1,42

-

0,63-3,21

-

0,40

Perilaku Memulai Penggunaan

PrEP

Faktor

Tidak

Menggunakan

OR

[95% CI]

Nilai p

Menggunakan

n (%)

n (%)

Dukungan teman

Kurang baik

29 (76,32)

9 (23,68)

Ref

Baik

39 (54,93)

32 (45,07)

2,64

1,09-6,39

0,03*

Dukungan petugas kesehatan

Kurang baik

38 (86,36)

6 (13,64)

Ref

Baik

30 (46,15)

35 (53,85)

7,39

2,75-19,88

< 0,0001*

*masuk ke dalam multiple regression logistic model

Tabel 3. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku memulai penggunaan PrEP pada LSL di Kota Denpasar

Faktor

aOR

[95% CI]

Nilai p

Penggunaan kondom

Selalu

Ref

Kadang-kadang

5,46

1,99-14,94

0,001*

Tidak pernah

2,20

0,41-11,67

0,36

Orientasi seksual

Biseksual

Ref

Homoseksual

2,88

1,05-7,88

0,04*

Dukungan petugas kesehatan

Kurang baik

Ref

Baik

9,11

3,04-27,34

<0,0001*

*Berhubungan secara signifikan

DISKUSI

Dalam penelitian ini sebanyak 89,91% LSL pernah mendengar informasi terkait PrEP sebelumnya. Studi sebelumnya di Kota Denpasar menemukan hanya 16,4% LSL/Waria pernah mendengar tentang PrEP (Cempaka et al., 2020). Hal ini * e - mail korespondensi : [email protected]

mengindikasikan adanya peningkatan penyebaran informasi program PrEP pada kalangan LSL. Selain itu, PrEP merupakan program percontohan yang baru diimplementasikan sehingga dilakukan demonstrasi melalui berbagai strategi

Arc. Com. Health • Desember 2023 p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620 promosi kesehatan serta kerjasama berbagai jaringan mitra komunitas.

Meskipun    angka    serapan

informasi PrEP ditemukan cukup tinggi, namun hanya 37,61% LSL ditemukan memulai penggunaan PrEP. Temuan ini lebih tinggi dari hasil studi di Italia (7,5%) (Voglino et al., 2021) dan lebih rendah dari penelitian yang dilakukan di Belanda yaitu sebesar 45,6% (van Dijk et al., 2021). Dalam penelitian ini, sebanyak 35,29% diantara LSL tidak memulai PrEP menyatakan lebih memilih menggunakan kondom. Belum optimalnya jangkauan paparan informasi program PrEP pada kelompok LSL dapat menimbulkan    adanya    kurangnya

pemahaman efektifitas kombinasi antara kondom dan PrEP dan rasa takut terhadap efek samping PrEP. Adanya perbedaan angka serapan penggunaan PrEP dapat dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik subyek penelitian, lamanya waktu promosi program PrEP, serta perbedaan tingkat infeksi HIV setiap wilayah

Temuan      penelitian      ini

menunjukkan LSL yang menggunakan kondom kadang-kadang berpeluang 5,46 kali lebih mungkin untuk memulai penggunaan PrEP dibandingkan dengan LSL yang selalu menggunakan kondom. Sedangkan, tidak ditemukannya hubungan yang signifikan antara perilaku tidak pernah menggunakan kondom dengan memulai penggunaan PrEP (aOR=2,20; 95%CI=0,41-11,67; p=0,36). Sejalan dengan penelitian di Afrika Barat, LSL dengan penggunaan kondom yang tidak konsisten memiliki peluang 2,11 kali untuk menggunakan PrEP (Coulaud et al., 2018). Penelitian Draper et al. (2017) menemukan * e - mail korespondensi : [email protected]

adanya hubungan yang sedikit signifikan antara perilaku tidak pernah menggunakan kondom dengan kesediaan penggunaan PrEP pada kalangan LSL di Myanmar (aOR=2,02; 95%CI=1,00-4,10).

LSL yang menunjukkan perilaku seksual tanpa kondom cenderung memiliki persepsi kerentanan untuk terpapar HIV yang lebih tinggi. Draper et al. (2017) menyebutkan mereka yang secara subyektif menganggap diri berisiko tinggi terhadap HIV lebih cenderung melaporkan kesediaan menggunakan PrEP. Ketertarikan terhadap penggunaan kondom masih dianggap sebagai hambatan yang paling umum ditemukan dalam memulai penggunaan PrEP dalam temuan ini. Hal ini mengindikasikan terdapat kemungkinan hubungan paradoks antara perilaku penggunaan kondom terhadap penyerapan penggunaan PrEP.

Penggunaan PrEP yang diikuti dengan penggunaan kondom secara konsisten membantu mengurangi risiko individu terinfeksi HIV dengan keefektifan lebih dari 90% (Kemenkes RI, 2021). Fakta dalam studi ini menemukan pengguna kondom yang konsisten memiliki kemungkinan lebih kecil untuk menggunakan PrEP. Secara implisit, adanya peningkatan penggunaan PrEP mungkin dapat menurunkan konsistensi penggunaan kondom saat berhubungan seksual sehingga berdampak pada peningkatan risiko infeksi HIV.

Namun, studi ini belum dapat membuktikan dampak penggunaan PrEP terhadap konsistensi penggunaan kondom. Studi di Cina menemukan sebanyak 43,1%

LSL melaporkan kemungkinan mengurangi penggunaan kondom saat memulai penggunaan PrEP (Peng et al., 2019). Hasil tinjauan sistematis dan meta analisis dari 16 studi observasional melaporkan adanya peningkatan perilaku seksual tanpa kondom di kalangan LSL yang menggunakan PrEP (Traeger et al., 2018).

Penggunaan kondom dan PrEP merupakan metode yang sama-sama efektif dalam memproteksi paparan virus HIV. Meskipun konsistensi penggunaan kondom memiliki peran besar dalam mencegah HIV, namun penggunaan PrEP tetap penting dilakukan pada populasi berisiko. Penggunaan PrEP efektif dalam membantu mencegah timbulnya risiko tinggi dari bentuk perlindungan penggunaan kondom yang tidak sempurna seperti tidak konsisten dan tidak menggunakan kondom dengan benar (Calabrese et al., 2017). Sedangkan, pengurangan penggunaan kondom setelah inisiasi PrEP akan mengurangi manfaat dan efektivitas PrEP secara langsung dan meningkatnya risiko penularan HIV serta penyakit menular seksual lainnya sebab PrEP tidak memberikan perlindungan terhadap penularan IMS. Oleh karena itu, penggunaan PrEP harus diterapkan sebagai bentuk intervensi tambahan yang dapat memberikan perlindungan ganda (menggunakan PrEP dengan kondom).

LSL yang mengidentifikasi diri sebagai homoseksual memiliki peluang 2,88 kali lebih mungkin untuk memulai penggunaan PrEP dibandingkan dengan LSL yang mengidentifikasi diri sebagai biseksual. Temuan ini sejalan dengan * e - mail korespondensi : [email protected]

penelitian di Amerika Serikat yang menemukan LSL biseksual 2,1 kali lebih kecil kemungkinannya untuk menerima resep rejimen PrEP dibandingkan dengan LSL homoseksual (Carter et al., 2022). Sebuah studi di Cina Selatan tidak menemukan adanya hubungan yang signifikan antara LSL yang pernah melakukan hubungan seksual dengan perempuan terhadap kesadaran penggunaan PrEP (aOR=0,78; 95%CI=0,52-1,17) (Chen et al., 2021).

Pria yang mengidentifikasikan dirinya sebagai biseksual berisiko lebih tinggi untuk terpapar dan menularkan infeksi HIV serta berkontribusi besar dalam transmisi virus HIV dari laki-laki ke perempuan. Pria biseksual lebih kecil kemungkinannya menerima tes HIV. Meskipun memiliki risiko yang tinggi, temuan ini mengungkapkan LSL dengan orientasi biseksual dikaitkan dengan kemungkinan lebih rendah untuk menerima PrEP. Secara umum, adanya rasa takut didiskriminasi, kurangnya informasi tentang PrEP, hingga khawatir terhadap efek samping PrEP ditemukan sebagai hambatan dalam penyerapan PrEP pada pria biseksual.

Pandangan masyarakat masih menganggap isu perilaku seksual sesama jenis merupakan budaya yang tabu karena dinilai berbeda dengan bentuk perilaku seksual pada umumnya. Masyarakat umum khususnya masyarakat Bali belum mampu menerima keadaan dari perilaku homoseksual sebab bertentangan dengan budaya lokal. Hal ini mengakibatkan tingginya stigma sosial serta penolakan yang terjadi pada orientasi seksual LSL.

Hal ini berdampak pada kecenderungan menyembunyikan identitas seksual yang sebenarnya di masyarakat maupun di layanan kesehatan oleh kelompok LSL.

Tertutupnya pengungkapan identitas seksual dapat menghambat masuknya informasi tentang keefektifan rejimen PrEP dan pemahaman bagaimana peran PrEP dapat membantu mengurangi paparan infeksi HIV diantara pria biseksual. Studi sebelumnya menemukan LSL yang mengalami stigma lebih kecil kemungkinannya untuk mengakses layanan kesehatan. LSL yang tidak mengunjungi layanan kesehatan lebih kecil kemungkinannya menerima PrEP dibandingkan dengan LSL yang mengungkapkan identitas seksualnya kepada penyedia layanan kesehatan (Furukawa et al., 2020).

Selain itu, pria yang mengungkapkan orientasi seksualnya berpeluang 4 kali untuk mendengar informasi PrEP (Watson et al., 2020). Studi di Atlanta, Amerika Serikat melaporkan, LSL biseksual kulit hitam cenderung tidak pernah mendengar tentang PrEP dan kelompok ini kemungkinan yang lebih kecil untuk menyadari penggunaan PrEP (Watson et al., 2020).

Temuan penelitian ini menunjukkan perasaan takut didiskriminasi setelah menggunakan PrEP sebagai alasan yang cukup tinggi tidak memulai penggunaan PrEP. Meskipun berbagai uji klinis telah membuktikan keefektifan PrEP oral dalam pencegahan HIV, namun secara global penggunaan PrEP masih dianggap sebagai isu yang kontroversi dalam implementasinya. * e - mail korespondensi : [email protected]

Tingginya tingkat stigmatisasi homoseksualitas pengguna PrEP yang dianggap sebagai penanda pergaulan bebas. Mempertimbangkan keputusan menggunakan PrEP menimbulkan persepsi rasa aman dalam melakukan hubungan seksual dan bebas melakukan aktivitas seksual tanpa kondom (Sun et al., 2021).

Upaya melalui pendekatan komunitas penting ditingkatkan untuk mengidentifikasi orientasi seksual dan mengatasi dampak stigma terhadap penggunaan PrEP. Tomori (2016) dalam Ekasari et al. (2018) menyebutkan pengungkapan orientasi seksual antara sebaya LSL melalui pendekatan komunitas dapat memberikan sumber daya tambahan untuk membangun jaringan yang lebih efektif dalam pemberian dukungan terhadap rekan mereka dengan orientasi seksual yang sama. Optimalisasi keterlibatan dukungan antar sesama LSL dalam sebuah komunitas akan membantu pengungkapan orientasi seksual dan melaporkan perilaku seksual berisiko lainnya pada kelompok tersebut.

Studi ini mengungkapkan LSL yang memiliki dukungan petugas kesehatan memiliki peluang 9,11 kali lebih mungkin untuk memulai menggunakan PrEP dibandingkan dengan LSL yang kurang mendapatkan dukungan petugas kesehatan. Sejalan dengan penelitian di Amerika Serikat yang menemukan LSL yang mendapatkan dukungan melalui diskusi pencegahan HIV pada petugas layanan primer berpeluang 1,39 kali dikaitkan dengan kesadaran dalam penggunaan PrEP (Skinner et al., 2022).

Studi ini menunjukkan sebanyak

59,63% LSL memiliki dukungan petugas kesehatan yang baik. Hal ini disebabkan lebih dari 50% LSL pada penelitian ini telah dijangkau oleh Yayasan Kerti Praja Denpasar sehingga petugas kesehatan memiliki kemudahan akses untuk menyalurkan informasi maupun memberdayakan program PrEP pada kalangan LSL. Selain itu, serapan tertinggi sumber informasi PrEP diperoleh melalui petugas kesehatan/LSM (45,93%). Petugas kesehatan memiliki otoritas dalam memberikan edukasi dan pelayanan kesehatan seksual yang dapat mendorong upaya pemanfaatan layanan kesehatan, baik dalam bentuk dukungan berupa pemberian informasi, motivasi, dorongan bagi LSL dalam upaya melakukan pencegahan terhadap HIV/AIDS (Hubaybah et al., 2022).

Tingginya dukungan petugas kesehatan dalam bentuk dukungan informatif secara tidak langsung akan meningkatkan pengetahuan mengenai program PrEP sehingga mendorong perilaku memulai penggunaan PrEP. Hasil penelitian ini menunjukkan LSL yang memiliki pengetahuan PrEP yang baik akan berpeluang 4 kali lebih mungkin untuk mulai menggunakan PrEP dibandingkan dengan LSL yang kurang memiliki pengetahuan tentang PrEP. Sejalan dengan studi di Belanda yang menemukan LSL dengan pengetahuan PrEP yang memadai memiliki peluang 7 kali dalam penyerapan penggunaan PrEP yang lebih tinggi dibandingkan dengan LSL yang memiliki pengetahuan PrEP kurang memadai (Wang et al., 2022).

Penelitian ini menemukan lebih * e - mail korespondensi : [email protected]

dari 50% LSL memiliki pengetahuan PrEP yang baik. Pengetahuan dalam penelitian ini diartikan sebagai pengetahuan LSL terhadap pengertian, keefektifan, syarat penggunaan, cara penggunaan, efek samping, dan ketersediaan PrEP. Dalam penelitian ini mayoritas LSL memiliki usia ≥ 25 tahun. Semakin cukup usia maka dapat meningkatkan kemampuan pola berpikir serta kognitif individu sehingga dapat meningkatkan kesadaran pengetahuan dalam perilaku kesehatan. Namun, temuan penelitian ini menunjukkan LSL dengan kelompok usia < 25 tahun memiliki peluang 1,13 kali lebih mungkin memulai penggunaan PrEP dibandingkan LSL ≥ 25 tahun. Hal ini turut menjadi perhatian yang penting sebab LSL berusia muda terus mengalami peningkatan kasus HIV khususnya pada beberapa wilayah seperti Amerika Latin, Brazil, dan Meksiko.

Selain itu, mayoritas LSL dalam penelitian ini ditemukan tergolong menempuh pendidikan tinggi dan 39,36% diantaranya dilaporkan menggunakan PrEP. LSL dengan pengetahuan yang tinggi berpeluang 1,79 kali untuk menggunakan PrEP. LSL yang memiliki pendidikan tinggi akan memiliki akses yang lebih baik terhadap informasi kesehatan dan cenderung memiliki dampak yang signifikan dalam penyerapan PrEP (Fu et al., 2021). Sejalan dengan penelitian Voglino et al. (2021) yang menemukan LSL dengan kelompok pendidikan tinggi memiliki peluang 3,92 kali mengetahui tentang PrEP dibandingkan dengan LSL yang memiliki kelompok pendidikan yang rendah.

Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor pendukung dalam PRECEDE-PROCEED model yang menentukan perilaku kesehatan individu. Pada umumnya, dukungan keluarga yang memadai dapat memenuhi kebutuhan dukungan finansial maupun dukungan sosial dari individu (Ajayi et al., 2019). Namun dalam konteks yang berbeda, kelompok homoseksual merupakan golongan populasi tersembunyi (hidden population). Meskipun kelompok LSL cenderung dikaitkan dengan sifat yang tertutup terhadap lingkungan keluarganya, namun dalam penelitian ini masih menemukan proporsi dukungan keluarga yang baik dalam menggunakan PrEP dengan persentase 36,70%. Kemungkinan adanya bias informasi pengisian kuesioner oleh responden sehingga terjadi distorsi yang menyebabkan informasi dukungan keluarga diperoleh tidak representatif dengan situasi yang sebenarnya.

Temuan penelitian ini menunjukkan LSL yang mendapat dukungan teman yang baik memiliki peluang 2,64 kali lebih mungkin menggunakan PrEP dibandingkan dengan LSL yang kurang mendapatkan dukungan teman (OR=2,64; 95%CI=1,09-6,39; p=0,03). Sejalan dengan penelitian di Kenya yang menemukan secara interpersonal dorongan dari teman dekat dilaporkan sebagai faktor yang memotivasi penyerapan penggunaan PrEP (Pintye et al., 2021).

Teman dapat menjadi sumber informasi bagi individu sebab seringnya terjalin interaksi yang mendorong terjadinya pertukaran informasi. Seseorang akan lebih memiliki rasa empati apabila * e - mail korespondensi : [email protected]

melakukan interaksi dengan teman sehingga lebih mempercayai informasi yang diberikan oleh teman. Menurut WHO dukungan dari mitra terpercaya seperti teman dekat dapat membantu populasi berisiko untuk mengonsumsi PrEP secara teratur (WHO, 2017). Sedangkan penelitian ini belum dapat membuktikan hubungan yang signifikan antara faktor usia, pendidikan, status pekerjaan, jumlah pasangan seksual anal, riwayat IMS, keterjangkauan jarak, dukungan keluarga terhadap perilaku memulai penggunaan PrEP pada LSL di Kota Denpasar.

Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu: (1) Meskipun telah memenuhi besar sampel minimal, namun jumlah sampel tergolong relatif kecil sehingga cenderung menggambarkan proporsi penggunaan PrEP yang lebih rendah dibandingkan yang sebenarnya terjadi di populasi. (2) Penelitian hanya dilakukan pada 1 klinik di Kota Denpasar sehingga tidak representatif menggambarkan perilaku penggunaan PrEP pada seluruh kelompok LSL di Kota Denpasar. (3) Kuesioner penelitian belum mengungkapkan   secara   mendalam

mengenai jumlah mitra/pasangan seksual anal secara spesifik seperti jumlah pasangan seksual pada casual partnerships serta multiple/concurrent partnership. (4) Data primer dikumpulkan dengan metode self-administered     dengan     informasi

bergantung pada pelaporan dan pengakuan responden sehingga berpotensi terjadinya bias informasi.

SIMPULAN

Cakupan   serapan   memulai

penggunaan PrEP pada kelompok LSL di

Kota Denpasar mencapai 37,61%. Perilaku memulai penggunaan PrEP pada LSL di Kota Denpasar secara dominan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu penggunaan kondom kadang-kadang, orientasi homoseksual, dan dukungan petugas kesehatan. Faktor pengetahuan dan dukungan teman ditemukan berhubungan signifikan pada hasil analisis bivariabel. Sedangkan, usia, pendidikan, status pekerjaan, jumlah pasangan seksual anal, riwayat IMS, keterjangkauan jarak, keterpaparan informasi, dukungan keluarga tidak berhubungan signifikan terhadap memulai penggunaan PrEP

SARAN

Berdasarkan uraian hasil penelitian maka saran yang dapat diajukan sebagai berikut: (1) Bagi petugas kesehatan, dapat mempertahankan sekaligus meningkatkan dukungan informatif yang komprehensif dalam memahami bahwa penggunaan kondom yang konsisten tetap menjadi gold standar dalam mencegah penularan HIV serta infeksi menular seksual lainnya. Meskipun demikian, penggunaan PrEP penting dilakukan dan akan semakin efektif jika dikombinasikan dengan penggunaan kondom secara konsisten. Selain itu, perlunya peningkatan penyebaran informasi mengenai syarat, cara penggunaan, dan efek samping PrEP sehingga dapat meningkatkan serapan penggunaan PrEP di Kota Denpasar. (2) LSM/ petugas lapangan dapat meningkatkan penjangkauan sasaran promosi program PrEP yang berfokus pada LSL orientasi biseksual dan tidak pernah menggunakan kondom untuk * e - mail korespondensi : [email protected]

mengupayakan pengurangan stigma terkait PrEP. (3) Bagi sebaya LSL, dapat

meningkatkan dukungan penggunaan PrEP antar sesama teman LSL mulai dari pemberian informasi, motivasi, hingga mengajak ke layanan PrEP apabila terdapat individu yang diketahui memiliki perilaku seksual   berisiko. (4) Bagi peneliti

selanjutnya, diharapkan dapat memperluas lingkup penelitian mengenai perilaku penggunaan PrEP di Kota Denpasar dengan mengamati lebih lanjut perilaku seksual berisiko berdasarkan jumlah pasangan/mitra dengan menggunakan metode wawancara dan melibatkan beberapa layanan PrEP sehingga hasil penelitian dapat digeneralisasikan pada seluruh kelompok populasi berisiko di Kota Denpasar.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih penulis tujukan kepada seluruh responden yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini dan seluruh staf serta petugas lapangan Yayasan Kerti Praja yang telah membantu pengumpulan data pada penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA

Ajayi, A. I., Yusuf, M. S., Adeniyi, O. V., Rala, N., & Goon, D. Ter. (2019). Low Awareness and Use of Pre-exposure Prophylaxis Among Adolescents and Young Adults in High HIV and Sexual Violence Prevalence Settings. Medicine, 43.

Calabrese, S. K., Underhill, K., & Mayer, K. H. (2017). HIV   Pre-exposure

Prophylaxis and Condomless Sex: Disentangling Personal Values from Public Health Priorities. American

Journal of Public Health, 107(10), 1572– 1576.

https://doi.org/10.2105/AJPH.2017.303 966

Carter, G., Staten, I. C., Woodward, B., Mahnke, B., & Campbell, J. (2022).

PrEP Prescription Among MSM U.S. Military Service Members: Race and Sexual Identification Matter. American Journal of Men’s Health,  16(6): 1–9.

https://doi.org/10.1177/1557988322113 3891

Cempaka, R., Wardhani, B., Sawitri, A. A. S., Januraga, P. P., & Bavinton, B. (2020). PrEP Use Awareness and Interest Cascade   Among   MSM   and

Transgender Women Living in Bali, Indonesia. Tropical Medicine and Infectious    Disease,    5(4):     1–12.

https://doi.org/10.3390/tropicalmed504 0158

Chen, W., Ding, Y., Chen, J., Zhao, P., Wang, Z., Meng, X., Jia, T., Zheng, H., Yang, B., Luo, Z.,  & Zou, H. (2021).

Awareness and Preferences for Preexposure Prophylaxis (PrEP) among MSM at High Risk of HIV Infection in Southern China: Findings from the T2T    study.    BioMed    Research

International,         2021,         1–11.

https://doi.org/10.1155/2021/6682932

Coulaud, P., Sagaon-Teyssier, L., Mrenda, B. M., Maradan, G., Mora, M., Bourrelly, M., Keita, B. D., Keita, A. A., Anoma, C., Yoro, S.-A.  B., Dah, T. T. E.,

Coulibaly, C., Mensah, E., Agbomadji, S., Bernier, A., Couderc, C., Laurent, C., Spire, B., & Group, T. C. S. (2018). Interest in HIV Pre-exposure Prophylaxis in Men Who Have Sex * e - mail korespondensi : [email protected]

with Men in West Africa (CohMSM ANRS 12324 – Expertise France).

Tropical Medicine and International Health,       23(10):        1084–1091.

https://doi.org/10.1111/tmi.13129

Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. (2022). Laporan Eksekutif Perkembangan HIV AIDS dan Penyakit Infeksi Menular Seksual (PIMS) Triwulan I Tahun 2022. Kemenkes RI.

Draper, B. L., Oo, Z. M., Thein, Z. W., Aung, P. P., Veronese, V., Ryan, C., Thant, M., Hughes, C., & Stoové, M. (2017).

Willingness to Use HIV Pre-exposure Prophylaxis Among Gay Men, Other Men Who Have Sex with Men and Transgender Women in Myanmar. Journal of the International AIDS Society, 20(1):                                1–10.

https://doi.org/10.7448/IAS.20.1.21885

Ekasari, D., Demartoto, A., & Murti, B.

(2018). Effects of Sexual Behavior, Family Support, Peer Support, Stigma, and Discrimination on Quality of Life Among Gay Community in Tulungagung, East Java. Journal of Epidemiology and Public Health, 03(01): 50–59.

https://doi.org/10.26911/jepublichealth .2018.03.01.04

Fu, Y., Ashuro, A. A., Feng, X., Wang, T., Zhang, S., Ye, D., & Fan, Y. (2021). Willingness to Use HIV Pre-Exposure Prophylaxis and Associated Factors Among Men Who Have Sex With Men in Liuzhou, China. AIDS Research and Therapy,          18(46):          1–10.

https://doi.org/10.1186/s12981-021-00374-8

Furukawa, N. W., Maksut, J. L.,

Zlotorzynska, M., Sanchez, T. H., Smith, D. K., & Baral, S. D. (2020). Sexuality Disclosure in U.S. Gay, Bisexual, and Other Men Who Have Sex With Men: Impact on Healthcare-Related Stigmas and HIV Preexposure    Prophylaxis    Denial.

Physiology & Behavior, 59(2): e79–e87. https://doi.org/10.1016/j.amepre.2020.0 2.010.Sexuality

Hubaybah, Fitri, A., Putri, E.,   &

Marfaramita, S. (2022). Determinan Perilaku Pencegahan HIV/AIDS Pada Komunitas Laki-laki Seks Laki-Laki (LSL) di Kota Jambi. Jurnal Endurance: Kajian Ilmiah Problema Kesehatan, 7(2): 356–366.

Kemenkes RI. (2019). Survei Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) 2018-2019. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kemenkes RI. (2021). Pedoman Tatalaksana Program Percontohan Profilaksis Pra-Pajanan (PrEP) untuk Orang Berisiko Tinggi Terinfeksi HIV di Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI.

Peng, L., Cao, W., Gu, J., Hao, C., Li, J., Wei, D., & Li, J. (2019). Willingness to Use and Adhere to HIV Pre-exposure Prophylaxis (PrEP) Among Men Who Have Sex With Men (MSM) in China. International Journal of Environmental Research and Public Health, 16(2620): 2– 18.

https://doi.org/10.3390/ijerph16142620 Pintye, J., Malley, G. O., Kinuthia, J., Abuna,

F., Escudero, J. N., Mugambi, M., Awuor, M., Dollah, A., Dettinger, J. C., & Kohler, P. (2021). Influences on Early Discontinuation and Persistence * e - mail korespondensi : [email protected]

of Daily Oral PrEP Use Among

Kenyan Adolescent Girls and Young Women: a Qualitative Evaluation from a PrEP Implementation Program. Journal of Acquired Immune Deficiency Syndromes.,       86(4):       e83–e89.

https://doi.org/10.1097/QAI.000000000 0002587.Influences

Skinner, A., Stein, M. D., Dean, L. T., Oldenburg, C. E., Mimiaga, M. J., Chan, P. A., Mayer, K. H., & Raifman, J. (2022). Same-Sex Marriage Laws, Provider-Patient Communication, and PrEP Awareness and Use Among Gay, Bisexual, and Other Men Who have Sex with Men in the United States. AIDS and  Behavior,   27(4):   1–6.

https://doi.org/10.1007/s10461-022-03923-y

Sun, Y., Li, G., & Lu, H. (2021). Awareness and Use of Nonoccupational HIV Post-exposure    Prophylaxis    and

Factors Associated with Awareness among MSM in Beijing, China. PLoS ONE,             16:             1–11.

https://doi.org/10.1371/journal.pone.02 55108

ten Brink, D. C., Martin-Hughes, R., Minnery, M. E., Osborne, A. J., Schmidt, H. M. A., Dalal, S., Green, K. E., Ramaurtarsing, R., Wilson, D. P., & Kelly, S. L. (2022). Cost-effectiveness and Impact of Pre-exposure Prophylaxis to Prevent HIV among Men who Have Sex with Men in Asia: a Modelling Study. PLoS ONE, 17(5): 1–13.

https://doi.org/10.1371/journal.pone.02 68240

Traeger, M. W., Schroeder, S. E., Wright, E.

J., Hellard, M. E., Cornelisse, V. J., Doyle, J. S., & Stoové, M. A. (2018). Effects of Pre-exposure Prophylaxis for the Prevention of Human Immunodeficiency Virus Infection on Sexual Risk Behavior in Men Who Have Sex with Men: A Systematic Review and Meta-analysis. Clinical Infectious Diseases, 67(5): 676–686. https://doi.org/10.1093/cid/ciy182

UNAIDS. (2022). IN DANGER: UNAIDS Global AIDS Update 2022. Geneva: Joint United Nations Programme on HIV AIDS.

van Dijk, M., de Wit, J. B. F., Guadamuz, T. E., Martinez, J. E., & Jonas, K. J. (2021). https://doi.org/10.3390/ijerph18094772

Wang, H., Shobowale, O., den Daas, C., Op de Coul, E., Bakker, B., Radyowijati, A., Vermey, K., van Bijnen, A., Zuilhof, W., & Jonas, K. J. (2022). Determinants of PrEP Uptake,    Intention and

Awareness in the Netherlands: A Socio-Spatial Analysis. International Journal of Environmental Research and Public     Health,     19(14):     1–13.

https://doi.org/10.3390/ijerph19148829

Watson, R. J., Eaton, L. A., Maksut, J. L., Rucinski, K., & Earnshaw, V. A. (2020). Links Between Sexual Orientation

Slow Uptake of PrEP: Behavioral Predictors and the Influence of Price on PrEP Uptake Among MSM with a High Interest in PrEP. AIDS and Behavior,       25(8):       2382–2390.

https://doi.org/10.1007/s10461-021-03200-4

Voglino, G., Gualano, M. R., Rousset, S., Forghieri, P., Fraire, I., Bert, F.,  &

Siliquini, R. (2021). Knowledge, Attitudes and Practices Regarding Pre-exposure Prophylaxis (PrEP) in a Sample of Italian Men who Have Sex with Men (MSM). International Journal of Environmental Research and Public Health,            18(9):            4772.

And Disclosure among Black MSM: Sexual Orientation and Disclosure Matter For PrEP Awareness. AIDS Behavior,         24(1):         39–44.

https://doi.org/10.1007/s10461-019-02696-1.Links

WHO. (2017). WHO Implementation Tool for Pre-exposure Prophylaxis (PrEP) of HIV Infection Module 11:  PrEP Users.

Geneva: World Health Organization.

WHO. (2019). WHO Implementation tool for pre-exposure prophylaxis (PrEP) of HIV infection Module 1: Clinical. Geneva: World     Health     Organization.

* e - mail korespondensi : [email protected]

621