FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KONSUMSI GARAM BERIODIUM PADA RUMAH TANGGA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS UBUD 1
on
Arc. Com. Health • Desember 2023
p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620
Vol. 10 No. 3 : 565 - 578
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KONSUMSI GARAM
BERIODIUM PADA RUMAH TANGGA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS UBUD 1
Cok Istri Mirah Sulistia Dewi, Desak Nym Widyanthini*
Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana Jalan P.B Sudirman, Denpasar, Bali, 80232
ABSTRAK
Persentase konsumsi garam beriodium pada rumah tangga di Wilayah Kerja Puskesmas Ubud 1 terendah pada wilayah kerja puskesmas di Kabupaten Gianyar. Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi garam beriodium pada rumah tangga di Wilayah Kerja Puskesmas Ubud 1. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan cross-sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga di Wilayah Kerja Puskesmas Ubud 1 yang berusia 15-64 tahun sebanyak 128 ibu yang diambil menggunakan metode pengambilan sampel two-stage cluster sampling. Instrumen pengumpulan data yang digunakan berupa kuesioner yang bertujuan untuk memeroleh informasi perilaku konsumsi garam beriodium pada rumah tangga dan faktor-faktor yang berhubungan. Analisis data yang dilakukan adalah analisis deskriptif dan regresi logistik biner untuk melihat hubungan konsumsi garam beriodium dengan faktor-faktornya. Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku konsumsi garam beriodium pada rumah tangga adalah pengetahuan (aOR = 4,4; 95% CI: 1,0 – 18,4) dan sikap (aOR = 71,4; 95% CI: 16,7 – 305,5). Konsumsi garam beriodium pada rumah tangga di Wilayah Kerja Puskesmas Ubud 1 masih dibawah target. Namun telah terjadi peningkatan persentase konsumsi garam beriodium pada rumah tangga.
Kata kunci: Garam Beriodium, Ibu Rumah Tangga, Konsumsi Garam Beriodium
ABSTRACT
The percentage of iodized salt consumption in households in the Ubud 1 Public Health Center Working Area is the lowest in the working area of the Public Health Center in Gianyar Regency. This study aims to examine the factors associated with the consumption of iodized salt in households in the Ubud 1 Public Health Center Working Area. This study is an analytical study with a cross-sectional design. The sample in this study were housewives in the Ubud 1 Public Health Center Working Area aged 15-64 years as many as 128 mothers who were taken using the two-stage cluster sampling method. The data collection instrument used in the form of a questionnaire that aims to obtain information on the behavior of consumption of iodized salt in households and related factors. The data analysis used was descriptive analysis and binary logistic regression to see the relationship between iodized salt consumption and its factors. Factors related to the behavior of consuming iodized salt in the household were knowledge (aOR = 4,4; 95% CI: 1,0 – 18,4) and attitude (aOR = 71,4; 95% CI: 16,7 – 305,5). Consumption of iodized salt in households in the Ubud 1 Public Health Center Working Area is still below the target. However, there has been an increase in the percentage of household consumption of iodized salt. Keywords: iodized salt, iodized salt consumption, housewives
PENDAHULUAN
Kekurangan iodium masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di berbagai wilayah di dunia (Diaz & Pearce, 2020). Sekitar dua miliar penduduk dan 30% dari anak usia sekolah di dunia mengalami ketidakcukupan asupan iodium (Chahyanto et al., 2017). GAKI atau Gangguan Akibat Kekurangan Iodium merupakan salah satu permasalahan kesehatan masyarakat yaitu masalah gizi mikro yang dampaknya memengaruhi kelangsungan hidup dan kualitas sumber daya manusia (Sutiah et
al., 2017). Permasalahan ini menjadi ancaman sosial dan pembangunan ekonomi negara di seluruh dunia (Andersson, 2004).
Di Indonesia, prevalensi defisiensi iodium pada anak mengalami peningkatan dari 12,90% pada tahun 2007 menjadi 14,90% pada tahun 2013 (Lathifah & Sumarmi, 2018). Pengadaan garam beriodium di Indonesia merupakan salah satu upaya pencegahan dan penanggulangan gangguan terhadap kesehatan akibat kekurangan konsumsi garam beriodium (GAKI) yang
dilakukan oleh pemerintah yang diatur dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1994.
Salah satu indikator status gizi masyarakat di Indonesia dapat dilihat dari persentase rumah tangga yang mengonsumsi garam beriodium (Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar, 2020). World Health Organization (WHO) menargetkan bahwa konsumsi garam beriodium pada rumah tangga lebih dari 90% (Dold et al., 2018). Kabupaten Gianyar merupakan salah satu kabupaten dengan persentase konsumsi garam beriodium terendah pada rumah tangga di Provinsi Bali. Capaian konsumsi garam beriodium Kabupaten Gianyar menempati urutan ketiga terendah diantara sembilan Kabupaten di Provinsi Bali yaitu sebesar 71,3% (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2020).
Pemerintah Kabupaten Gianyar menciptakan inovasi Gerakan Semua Orang Mengonsumsi Garam Beriodium (Goyang Gayo) pada tahun 2017. Program ini dilaksanakan dengan kampanye yang dilakukan dengan menyediakan garam beriodium di warung-warung desa dan membagikannya di Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) (Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 2019). Namun, berdasarkan data Profil Kesehatan Provinsi Bali Tahun 2020, cakupan rumah tangga yang mengonsumsi garam beriodium di Kabupaten Gianyar masih di bawah target nasional dan menepati urutan tiga kabupaten dengan konsumsi terendah. Kemudian, di Kabupaten Gianyar wilayah Kerja Puskesmas Ubud 1 merupakan wilayah kerja dengan capaian konsumsi garam beriodium pada rumah
tangga terendah yaitu hanya 23,8% rumah tangga yang mengonsumsi garam beriodium (Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar, 2020).
Rendahnya penggunaan garam beriodium pada rumah tangga merupakan salah satu masalah perilaku kesehatan (Sutiah et al., 2017). Berdasarkan teori Lawrence Green perilaku seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat (Fitriana et al., 2013). Hasil penelitian dari (Rini et al., 2017) menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan, pengetahuan, dan sikap ibu dengan tingkat konsumsi garam beriodium. Namun distribusi garam beriodium, harga garam beriodium dan pendapatan keluarga tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan konsumsi garam beriodium. Penelitian yang dilakukan oleh Damanik (2019) juga menyebutkan bahwa sikap ibu memiliki hubungan yang bermakna dengan penggunaan garam beriodium di rumah tangga.
Penelitian sebelumnya tentang garam beriodium di Wilayah Kerja Puskesmas Ubud 1 dilaksanakan oleh Prawini & Ekawati (2013) merupakan penelitian deskriptif kualitatif yaitu melihat gambaran pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu rumah tangga terhadap garam beriodium di Desa Lodtunduh Wilayah Kerja Puskesmas Ubud 1. Penelitian ini merupakan penelitian analitik untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi garam beriodium pada rumah tangga di Wilayah Kerja Puskesmas Ubud I. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk
melaksanakan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi garam beriodium pada rumah tangga di Wilayah Kerja Puskesmas Ubud I.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan cross sectional. Populasi target dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga. Sampel dalam penelitian adalah ibu rumah tangga yang berusia 20-64 tahun yang berada di Wilayah Kerja Puskesmas Ubud 1. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian dilakukan menggunakan teknik two stage
cluster sampling. Unit sampel tahap pertama (PSU) merupakan cluster desa dan kelurahan. Unit sampel tahap kedua (SSU) merupakan ibu rumah tangga. Besarsampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 128 sampel ibu. Data dalam penelitian merupakan data primer yang diambil dengan metode wawancara menggunakan kuesioner. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan Regresi Logistik Biner. Penelitian ini telah memperoleh keterangan pembebasan etik dengan nomor 1823/UN14.2.2.VII.14/LT/2022 dari Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Unud.
HASIL
Tabel 1. Karakteristik Sosio-Ekonomi Ibu
Karakteristik (n=128) |
Frekuensi |
Proporsi (%) |
Umur (mean ± SD) |
43 |
11,2 |
<35 tahun |
26 |
20,3 |
≥35 tahun |
102 |
79,7 |
Pendidikan | ||
Tinggi |
56 |
43,8 |
Menengah |
56 |
43,7 |
Dasar |
16 |
12,5 |
Pekerjaan | ||
PNS |
13 |
10,1 |
Wiraswasta/Swasta/Pedagang |
61 |
47,7 |
Ibu Rumah Tangga |
45 |
35,2 |
Lainnya |
9 |
7,0 |
Pendapatan Rumah Tangga | ||
≤ Rp.3.000.000 |
53 |
41,4 |
>Rp.3.000.000 |
75 |
58,6 |
Rata-rata usia ibu rumah tangga di Wilayah Kerja Puskesmas Ubud 1 adalah 43 tahun. Sebanyak 43,8% ibu menempuh pendidikan tinggi yaitu diploma atau sarjana, 43,7% jenjang pendidikan menengah yaitu SMA, dan 12,5% menempuh pendidikan dasar yakni SD atau SMP. Sebagian besar
ibu merupakan ibu rumah pekerja swasta, wiraswasta, atau pedagang 47,7% dan 35,2% ibu merupakan ibu rumah tangga. Sebanyak 41,4% rumah tangga memiliki pendapatan rumah tangga Rp.3.000.000 kebawah dan 58,6% rumah tangga memiliki pendapatan lebih dari Rp.3.000.000. Ibu di
Wilayah Kerja Puskesmas Ubud 1 yang tangga adalah sebanyak 50% dan sisanya
menggunakan garam beriodium pada rumah menggunakan garam biasa.
Tabel 2. Konsumsi Garam Beriodium dan Sosialisasi serta Penyuluhan tentang Garam
Beriodium oleh Pemerintah, Instansi, atau Tenaga Kesehatan
Karakteristik (n=128) |
Frekuensi |
Proporsi (%) |
Konsumsi Garam Beriodium | ||
Garam biasa |
64 |
50,0 |
Garam beriodium |
64 |
50,0 |
Ketersediaan Garam Beriodium (n = 64) | ||
Sangat Mudah |
33 |
51,6 |
Mudah |
30 |
46,9 |
Sulit |
1 |
1,5 |
Sangat Sulit |
0 |
0 |
Tempat Beli Garam Beriodium | ||
(n = 64) | ||
Warung/kios |
24 |
37,5 |
Pasar dusun/desa |
33 |
51,5 |
Pasar kecamatan |
5 |
7,8 |
Pasar kabupaten |
2 |
3,1 |
Alasan Ibu Tidak Menggunakan Garam | ||
Beriodium (n = 64) *jawaban dapat lebih dari 1 | ||
Harga lebih mahal |
21 |
32,8 |
Rasa kurang enak |
20 |
31,2 |
Sulit untuk diperoleh |
10 |
15,6 |
Tidak tahu/belum pernah menggunakan garam |
21 |
32,8 |
beriodium | ||
Sosialisasi/Penyuluhan | ||
Pernah |
64 |
50,0 |
Tidak Pernah |
64 |
50,0 |
Sebanyak 51,6% dari ibu yang |
menggunakan garam |
beriodium di |
menggunakan garam beriodium pada |
Wilayah Kerja Puskesmas Ubud 1, | |
rumah tangga memberikan respon bahwa |
menyatakan bahwa rasa |
yang ditimbulkan |
garam beriodium sangat mudah untuk |
oleh garam beriodium kurang enak. | |
diperoleh. Ibu yang menggunakan garam |
Sebanyak 15,6% dari |
ibu yang tidak |
beriodium sebanyak 51,5% memperoleh |
menggunakan garam beriodium menyebutkan | |
garam beriodium di pasar dusun/desa. |
bahwa garam beriodium sulit untuk | |
Sebanyak 32,8% ibu yang tidak |
diperoleh. | |
menggunakan garam beriodium menyatakan |
Dari seluruh ibu yang menjadi | |
alasan bahwa harga garam beriodium lebih |
responden, 50% dari |
ibu menyebutkan |
mahal dan ibu juga menyebutkan bahwa |
pernah memperoleh |
penyuluhan dan |
ibu tidak tahu atau belum pernah |
sosialisasi mengenai |
konsumsi garam |
menggunakan garam beriodium.Kemudian, |
beriodium. |
sebanyak 31,2% dari ibu yang tidak
Tabel 3. Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu Terkait Perilaku Konsumsi Garam Beriodium
Variabel (n=128) |
Frekuensi Proporsi (%) |
Pengetahuan Baik Cukup Kurang Sikap Positif Negatif |
32 27,00 86 67,19 10 7,81 77 60,2 51 39,8 |
Sebanyak 67,19% ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Ubud 1 sebagian besar memiliki pengetahuan yang cukup mengenai konsumsi garam beriodium. Selain itu, sebagian besar ibu di Wilayah |
Kerja Puskesmas Ubud 1 juga memiliki sikap positif terhadap konsumsi garam beriodium yaitu sebanyak 60,2% respon positif. |
Tabel 4. Hasil Analisis Bivaribel Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Konsumsi
Garam Beriodium pada Rumah Tangga di Wilayah Kerja Puskesmas Ubud 1
Konsumsi Garam Beriodium
Variabel (n=128) |
Garam Beriodium n(%) |
Garam Biasa n(%) |
OR |
95%CI |
Nilai p |
Umur | |||||
< 35 tahun |
12 (46,1) |
14 (53,8) |
reff | ||
≥ 35 tahun |
52 (51,0) |
50 (49,0) |
1,2 |
0,5 – 2,9 |
0,661 |
Pendidikan | |||||
Tinggi |
31 (55,4) |
25 (44,6) |
2,1 |
0,7 – 6,5 |
0,212 |
Menengah |
27 (48,2) |
8 (51,8) |
1,6 |
0,5 – 4,9 |
0,450 |
Dasar |
6 (37,5) |
10 (62,5) |
reff |
0,4 -35,4 |
0,253 |
Pekerjaan | |||||
PNS |
6 (46,1) |
7 (53,9) |
reff | ||
Wiraswasta/Swasta |
30 (49,2) |
31 (50,8) |
1,1 |
0,3 – 3,8 |
0,843 |
Pedagang | |||||
Ibu Rumah Tangga |
24 (53,3) |
21 (46,7) |
1,3 |
0,4 – 4,6 |
0,649 |
Lainnya |
4 (44,4) |
5 (55,6) |
0,9 |
0,2 – 5,2 |
0,937 |
Pendapatan Rumah | |||||
Tangga | |||||
≤ Rp.3.000.000 |
34 (45,3) |
41 (54,7) |
reff | ||
> Rp. 3.000.000 |
30 (56,6) |
23 (43,4) |
1,6 |
0,7 – 3,2 |
0,210 |
Pengetahuan | |||||
Baik |
22 (68,7) |
10 (31,3) |
3,3 |
0,8 – 14,3 |
0,111 |
Cukup |
38 (44,2) |
48 (55,8) |
1,2 |
0,3 – 4,5 |
0,801 |
Kurang |
4 (40,0) |
6 (60,0) |
reff |
Sikap
Positif |
63 (52,3) |
47 (42,7) |
41,5 |
13,1 – 131,5 |
<0,001 |
Negatif |
1 (5,6) |
17 (94,4) |
reff | ||
Sosialisasi/Penyuluhan | |||||
Pernah |
37 (57,8) |
27 (42,2) |
1,9 |
0,9 – 3,8 |
0,078 |
Tidak Pernah |
27 (42,2) |
37 (57,8) |
reff |
Hasil analisis bivariabel menggunakan analisis simple logistic regression menunjukkan
tidak signifikan secara statistik. Ibu yang pernah memperoleh sosialisasi dan
bahwa sikap ibu secara signifikan berhubungan dengan perilaku konsumsi garam beriodium yaitu ibu yang memiliki sikap positif terhadap konsumsi garam beriodium cenderung 41,5 kali meningkatkan perilakunya untuk mengonsumsi garam beriodium dibandingkan dengan ibu yang memiliki sikap negatif terhadap konsumsi garam beriodium dengan nilai p = <0,001 (OR = 41,5; 95% CI: 13,1 – 131,5).
Pengetahuan ibu secara statistik tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan konsumsi garam beriodium. Namun ibu dengan pengetahuan cukup dan baik tentang konsumsi garam beriodium berpeluang meningkatkan perilakunya untuk mengonsumsi garam beriodium dibandingkan dengan ibu yang memiliki pengetahuan yang kurang. Ibu yang pernah memperoleh sosialisasi dan penyuluhan mengenai konsumsi garam beriodium baik dari pemerintah, instansi, maupun tenaga kesehatan berhubungan dengan konsumsi garam beriodium namun
penyuluhan berpeluang 1,9 kali meningkatkan perilakunya untuk mengonsumsi garam beriodium. Ibu yang berusia diatas 35 tahun cenderung meningkatkan perilakunya untuk mengonsumsi garam beriodium dibandingkan ibu muda yang berusia dibawah 35 tahun.
Pendidikan ibu juga berhubungan dengan perilaku mengonsumsi garam beriodium. Semakin tinggi jenjang pendidikan terakhir yang ditempuh oleh ibu peluang ibu untuk mengonsumsi garam beriodium semakin besar. Selain itu, pendapatan rumah tangga juga berhubungan dengan perilaku konsumsi garam beriodium pada rumah tangga. Semakin besar pendapatan dalam rumah tangga, peluang untuk mengonsumsi garam beriodium juga lebih besar. Namun umur, pendidikan, pendapatan rumah tangga tidak memiliki hubungan yang bermakna secara statistik dengan konsumsi garam beriodium.
Tabel 5. Model Regresi Logistik Biner Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Konsumsi
Garam Beriodium pada Rumah Tangga di Wilayah Kerja Puskesmas Ubud 1
Model Awal Model Akhir | |
Variabel (n = 128) |
aOR 95% CI Nilai p aOR 95% CI Nilai p |
Umur
Pendidikan Tinggi Menengah |
0,9 0,2 – 3,7 0,878 reff 6,3 0,2 – 208,7 0,302 7,1 0,2 – 241,3 0,275 |
Dasar |
reff |
Pekerjaan PNS Wiraswasta/Swasta /Pedagang Ibu Rumah Tangga Lainnya Pendapatan Rumah Tangga ≤ Rp. 3.000.000 |
reff 4,5 0,7 – 27,9 0,105 2,6 0,4 – 19,1 0,304 6,1 0,3 – 114,6 0,225 reff |
> Rp. 3.000.000 Pengetahuan |
2,5 0,7 – 8,4 0,133 1,8 0,6 – 5,0 0,276 |
Baik Cukup |
4,7 1,0 – 20,1 0,044 4,4 1,0 – 18,4 0,040 reff |
Kurang Sikap |
6,2 0,7 – 57,3 0,105 6,8 0,8 – 60,0 0,085 |
Positif Negatif Sosialisasi/ Penyuluhan |
92, 19,6 – 431,5 < 0,001 71,4 16,7 – 305,5 < 0,001 1 reff |
Pernah Tidak Pernah |
1,4 0,5 – 4,4 0,521 1,6 0,6 – 4,5 0,359 reff |
Pseudo R2= 0,4413
Berdasarkan hasil analisis model awal multiple binary logistic regression diperoleh hasil bahwa sikap dan
pengetahuan memiliki hubungan yang signifikan secara statistik dengan perilaku konsumsi garam beriodium pada rumah tangga di Wilayah Kerja Puskesmas Ubud 1 setelah mengendalikan pengaruh dari variabel lain. Ibu yang memiliki sikap positif terhadap konsumsi garam beriodium berpeluang 92,1 kali meningkatkan perilakunya untuk mengonsumsi garam beriodium dibandingkan dengan ibu yang memiliki sikap negatif (aOR = 92,1; 95% CI: 19,6 – 431,5). Ibu dengan pengetahuan baik berpeluang 4,7 kali meningkatkan perilakunya untuk mengonsumsi garam beriodium dibandingkan dengan ibu yang memiliki pengetahuan cukup tentang konsumsi
Goodness of Fit = 0,2193 garam beriodium (aOR = 4,7; 95% CI: 1,0 – 20,1).
Tabel 5 juga menampilkan model
akhir faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi garam beriodium pada rumah tangga di Wilayah Kerja Puskesmas Ubud 1 hasil analisis multiple binary logistic regression. Berdasarkan tabel tersebut diperoleh hasil bahwa faktor-faktor yang secara statistik memiliki hubungan yang bermakna dengan perilaku konsumsi garam beriodium pada rumah tangga di Wilayah Kerja Puskesmas Ubud 1 adalah pengetahuan dan sikap. Ibu dengan sikap positif terhadap konsumsi garam beriodium signifikan secara statistik berpeluang sebesar 71,4 kali meningkatkan perilakunya untuk mengonsumsi garam beriodium dibandingkan yang mempunyai sikap negatif setelah
memperhitungkan pengaruh variabel lain (aOR = 71,4; 95% CI: 16,7 – 305,5). Ibu dengan pengetahuan baik signifikan secara statistic berpeluang 4,4 kali meningkatkan perilakunya mengonsumsi garam beriodium dibandingan dengan ibu yang memiliki pengetahuan cukup tentang garam beriodium setelah memperhitungkan pengaruh variabel lain (aOR = 4,4; 95% CI: 1,0 – 18,4).
Kemampuan variabel prediktor dalam model regresi logistik faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi garam beriodium yaitu variabel pengetahuan ibu, sikap ibu, dan tingkat pengetahuan dalam menjelaskan variabel konsumsi garam beriodium adalah sebesar 44,13% dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain di luar model. Data dari model faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi garam beriodium pada rumah tangga di Wilayah Kerja Puskesmas Ubud 1 menunjukkan bahwa data ini sesuai dengan model regresi logistik.
DISKUSI
Perilaku konsumsi garam beriodium pada rumah tangga di Wilayah Kerja Puskesmas Ubud 1 berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 50% dari 128 ibu pada penelitian ini menggunakan garam beriodium. Dibandingkan dengan hasil laporan program gizi dari UPT Kesmas Ubud 1 tahun 2020 dalam Profil Kesehatan Kabupaten Gianyar 2020, dari 130 rumah tangga yang diperiksa, sebanyak 23,8% rumah tangga yang menggunakan garam beriodium. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan persentase ibu yang menggunakan garam
beriodium di Wilayah Kerja Puskesmas Ubud 1.
Hasil wawancara dengan pemegang Program Gizi Kesehatan Masyarakat Puskesmas Ubud 1 menyebutkan bahwa masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Ubud 1 memiliki pengetahuan yang kurang tentang pentingnya garam beriodium. Alasan masyarakat enggan untuk menggunakan garam beriodium adalah karena rasa pahit yang ditimbulkan terhadap makanan. Selain itu, masyarakat juga tidak mengetahui bahwa ada perbedaan garam yang dijual di pasaran (garam beriodium dengan garam biasa), sehingga masyarakat cenderung membeli garam biasa atau tidak beriodium.
Sebanyak 32,8% dari ibu pada rumah tangga di Wilayah Kerja Puskesmas Ubud 1 yang tidak menggunakan garam beriodium untuk dikonsumsi memberikan alasan bahwa harga garam beriodium lebih mahal. Fitri & Ridwan (2020) dalam penelitiannya tentang pengetahuan keluarga terkait garam beriodium pada rumah tangga menyampaikan bahwa alasan ibu enggan untuk mengonsumsi garam beriodium adalah karena garam beriodium lebih mahal dan berukuran lebih kecil dibandingkan dengan garam biasa. Hasil ini juga disampaikan pada penelitian yang dilakukan oleh Damanik, 2019; Ibrahim et al. (2018) bahwa ibu enggan untuk menggunakan garam beriodium karena harga garam beriodium lebih mahal dibandingkan dengan garam biasa. Penelitian yang dilakukan oleh Amalia et al. (2015) juga menyebutkan bahwa sebanyak 82,5% ibu menyatakan bahwa harga garam beriodium lebih mahal.
Alasan lain ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Ubud 1 tidak mengonsumsi
garam beriodium adalah karena ibu belum pernah menggunakannya (32,8%). Penelitian yang dilaksanakan oleh Ibrahim et al. (2018) juga menyebutkan bahwa alasan ibu untuk tidak mengonsumsi garam beriodium adalah karena ibu belum pernah menggunakan garam beriodium. Sebanyak 31,2% ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Ubud 1 juga menyebutkan bahwa alasan ibu tidak menggunakan garam beriodium adalah karena adanya rasa kurang yang ditimbulkan pada garam terhadap makanan. Sejalan dengan pengamatan yang telah dilaksanakan oleh pihak Puskesmas Ubud 1 pada saat melaksanakan pemeriksaan kandungan iodium pada garam di masyarakat menyebutkan bahwa alasan ibu tidak menggunakan garam beriodium adalah rasa pahit yang ditimbulkan oleh garam beriodium terhadap makanan. Pihak Puskesmas Ubud 1 telah memberikan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) terkait garam beriodium termasuk cara penggunaan garam beriodium pada saat melakukan pengolahan makanan yakni dengan cara menaburkan garam pada saat makanan sudah masak dan api kompor dalam keadaan sudah mati.
Sebanyak 15,6% dari ibu yang tidak menggunakan garam beriodium menyebutkan bahwa garam beriodium sulit untuk diperoleh ibu. Hal ini juga sejalan dengan yang disampaikan oleh Pemegang Program Gizi Kesehatan Masyarakat Puskesmas Ubud 1. Garam sulit untuk diperoleh di pasar karena pedagang pasar tidak menjual secara terbuka garam beriodium kecuali konsumen meminta garam beriodium kepada penjual di pasar. Pedagang pasar hanya mejajakan garam biasa pada
dagangannya dan menyimpan garam beriodium. Sehingga ada kemungkinan bahwa ibu hanya mempunyai pilihan untuk membeli garam biasa (garam ketewel) untuk dibeli. Kemudian penelitian yang dilaksanakan oleh Yanti & Prameswari (2015) hanya 2,5% ibu yang menyatakan sulit untuk memperoleh garam beriodium
Persentase ibu dengan pengetahuan baik tentang garam beriodium yang mengonsumsi garam beriodium lebih besar dibandingkan dengan yang tidak. Sebanyak 68,7% ibu dengan pengetahuan baik mengonsumsi garam yang mengandung iodium. Sedangkan persentase ibu yang mengonsumsi garam beriodium berdasarkan ibu dengan pengetahuan kurang tentang garam beriodium lebih kecil dibandingkan dengan yang tidak mengonsumsi garam yang mengandung iodium. Hasil ini sejalan dengan penelitian Ibrahim et al. (2018) yang menunjukkan bahwa ibu pada rumah tangga yang mengonsumsi garam beriodium paling banyak ditemukan pada ibu dengan pengetahuan yang baik tentang garam beriodium. Penelitian yang dilakukan oleh Akbar et al. (2021) juga menyebutkan bahwa penggunaan garam beriodium pada tingkat rumah tangga lebih banyak pada ibu dengan pengetahuan baik dan sebaliknya ibu dengan pengetahuan yang kurang tentang garam beriodium lebih banyak memilih untuk tidak menggunakan garam beriodium,
Sikap ibu terkait konsumsi garam beriodium dikategorikan menjadi sikap negatif dan sikap positif. Persentase ibu dengan sikap negatif yang menggunakan garam beriodium pada rumah tangga adalah sebanyak 5,6% ibu sedangkan
sebanyak 52,3% menggunakan garam beriodium pada ibu dengan sikap positif terhadap garam beriodium. Penelitian Ibrahim et al. (2018) juga menunjukkan hasil yang sama yaitu konsumsi garam beriodium pada rumah tangga lebih banyak ditemukan pada ibu yang memiliki sikap positif terhadap garam beriodium. Penelitian Damanik (2019) juga memperoleh hasil bahwa sebanyak 90,5% ibu yang memiliki sikap positif menggunakan garam beriodium pada rumah tangga.
Berdasarkah hasil analisis bivariabel dan multivariabel, sikap ibu memiliki hubungan yang bermakna dengan perilaku konsumsi garam beriodium. Ibu dengan sikap positif memiliki hubungan dengan perilaku ibu untuk mengonsumsi garam beriodium. Peluang ibu yang memiliki sikap positif meingkatkan perilakunya untuk mengonsumsi garam beriodium. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian dari Sutiah et al. (2017) yang menunjukkan bahwa sikap ibu mempengaruhi penggunaan garam beriodium pada rumah tangga. Penelitian yang dilaksanakan oleh Oroh et al. (2016) juga menunjukan hasil bahwa sikap dengan tindakan dalam penggunaan garam beriodium secara statistik memiliki hubungan yang bermakna.
Perilaku mengonsumsi garam beriodium merupakan salah satu bentuk perilaku kesehatan. Faktor-faktor yang memiliki hubungan yang bermakna secara statistik berdasarkan hasil analisis multivariabel terhadap perilaku konsumsi garam beriodium pada penelitian ini adalah faktor presdiposisi. Faktor presdiposisi yang mempengaruhi perilaku mengonsumsi garam beriodium pada
rumah tangga di wilayah Kerja Puskemsa Ubud 1 adalah pengetahuan dan sikap ibu.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian dari Sutiah et al. (2017) yang menunjukkan bahwa sikap ibu mempengaruhi penggunaan garam beriodium pada rumah tangga. Penelitian yang dilaksanakan oleh Oroh et al. (2016) juga menunjukan hasil bahwa sikap dengan tindakan dalam penggunaan garam beriodium secara statistik memiliki hubungan yang bermakna. Hasil dalam penelitian menunjukkan bahwa ibu dengan sikap positif 71,4 kali signifikan meningkatkan perilakunya untuk mengonsumsi garam beriodium dibandingkan dengan ibu yang memiliki sikap negatif terhadap konsumsi garam beriodium.
Pengetahuan merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi perilaku ibu untuk menggunakan garam beriodium (Akbar et al., 2021). Pengetahuan ibu dapat mempengaruhi sikap dan tindakan ibu dalam kehidupan sehari-hari. Ibu dengan pengetahuan tentang gizi yang baik akan mempermudah ibu dalam mengambil keputusan dan tanggung jawab untuk memilih kebutuhan dan jenis pangan yang baik untuk gizi keluarganya (Auliyanah, 2010). Pengetahuan ibu tentang konsumsi garam beriodium yaitu dalam menggunakan dan mengonsumsi garam beriodium akan berpengaruh terhadap kesehatan dan pemenuhan kebutuhan gizi dalam rumah tangga.
Dalam penelitian ini, ibu dengan kategori pengetahuan baik memiliki peluang 4,4 kali meningkatkan perilakunya untuk mengonsumsi garam beriodium dibandingkan ibu yang memiliki pengetahuan cukup. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian Rini et al. (2017) yang memperoleh hasil bahwa pengetahuan ibu tentang garam beriodium memiliki pengaruh yang signifikan dengan tingkat konsumsi garam beriodium. Penelitian yang dilaksanakan oleh Akbar et al., (2021) juga menunjukkan hasil yang sejalan dengan penelitian ini yaitu pengetahuan ibu signifikan berhubungan dengan penggunaan garam beriodium di tingkat rumah tangga.
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan. Pendidikan dapat mempermudah seseorang untuk menerima ide dalam mengantisipasi tingkat kebutuhannya (Bambi, 2018). Menurut Bambi (2018), pendidikan yang tinggi diindikasikan sebagai pengetahuan yang tinggi karena proses perubahan dalam pengembangan pengetahuan dapat diperoleh selama proses pendidikan. Hal ini secara umum menunjukkan bahwa ibu dengan pendidikan tinggi memiliki antisipasi terhadap pemenuhan gizinya dengan memilih menggunakan garam beriodium yang didasarkan atas persentase penggunaan garam beriodium. Namun pendidikan yang ditempuh oleh ibu belum dapat sepenuhnya mempengaruhi tindakan ibu sehari-hari termasuk dalam pengambilan keputusan untuk mengonsumsi garam beriodium (Ibrahim et al., 2018). Kemudian penelitian yang dilaksanakan oleh Yanti & Prameswari (2015) menyebutkan bahwa ibu dengan pendidikan tinggi menunjukkan sikap yang lebih positif terhadap garam beriodium dibandingkan dengan kelompok ibu dengan pendidikan lebih rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan ibu tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan perilaku
konsumsi garam beriodium. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian dari Ibrahim et al. (2018) bahwa pendidikan ibu tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan penggunaan garam beriodium pada rumah tangga.
Penyuluhan dan sosialisasi merupakan salah satu bentuk kegiatan pemberian informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan dan menambah wawasan seseorang. Penelitian yang dilaksanakan oleh Nurhayati et al. (2020) menunjukkan bahwa penyuluhan tentang garam beriodium secara signifikan mampu meningkatkan pengetahuan dan mempengaruhi perilaku ibu dalam penggunaan garam beriodium. Namun, proses perubahan perilaku tidak dapat berlangsung dengan cepat, melainkan membutuhkan adanya peran aktif penyuluhan dan sosialisasi yang berkesinambungan (Sudarto, 2012).
Hasil wawancara dengan Pemegang Program Gizi Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Ubud 1 menyampaikan bahwa kegiatan penyuluhan secara langsung dengan ibu rumah tangga telah dilaksanakan secara rutin. Kegiatan dilaksanakan setiap dilakukan pemeriksaan kadar iodium dalam garam di masyarakat pada bulan Agustus. Metode yang digunakan oleh pihak puskesmas adalah berupa pemberian (KIE) serta demo terkait produk garam beriodium kepada masyarakat. Hal tersebut dilakukan oleh pihak Puskesmas Ubud 1 dengan harapan bahwa ada peningkatan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya konsumsi garam beriodium sehingga masyarakat mau untuk menggunakan garam beriodium.
SIMPULAN
Persentase ibu yang mengonsumsi garam beriodium pada rumah tangga di Wilayah Kerja Puskesmas Ubud 1 adalah sebanyak 50%. Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku konsumsi garam
beriodium pada rumah tangga di Wilayah Kerja Puskesmas Ubud 1 adalah ibu dengan pengetahuan baik tentang konsumsi garam beriodium dan ibu dengan sikap positif terhadap konsumsi garam beriodium. Faktor umur,
pendidikan, pekerjaan, pendapatan rumah tangga, serta sosialisasi dan penyuluhan dari pemerintah, instansi, dan tenaga kesehatan tidak memiliki hubungan dengan perilaku konsumsi garam beriodium pada rumah tangga.
SARAN
Adapun saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian adalah kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar, Puskesmas Ubud 1, dan stakeholder terkait agar melaksanakan perhatian atau pemantauan kepada penjualan garam di warung, kios, atau pasar di Wilayah Kerja Puskesmas Ubud 1. Merujuk kepada hasil jawaban kuesioner penelitian, diharapkan kepada Pemegang Program Gizi Kesehatan Masyarakat agar tetap melakukan pendekatan berupa KIE kepada masyarakat pada saat dilaksanakannya pemeriksaan penggunaan garam beriodium tentang penggunaan garam beriodium yang disertai dengan informasi tentang penggunaan dan penyimpanan garam, fungsi dan kebutuhan iodium serta dampak akibat kekurangan iodium dalam tubuh untuk meningkatkan pengetahuan dan konsumsi garam beriodium pada masyarakat.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih ditujukan kepada Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian ini. Ucapan terima kasih ditujukan kepada pihak Puskesmas Ubud 1 dan Pemerintah Kecamatan Ubud, Desa Peliatan, Desa Mas, Kelurahan Ubud yang telah memberikan izin melaksanakan penelitian. Ucapan terima kasih juga peneliti tujukan kepada ibu rumah tangga di Wilayah Kerja Puskesmas Ubud 1 yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan informasi selama penelitian berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, H., Nur, N. H., Paundanan, M., Studi, P., Masyarakat, K., Kesehatan, F., & Universitas, M. (2021). Muntoi Kecamatan Passi Barat Mothers ’ Knowledge Related To the Use of Iodized Salt At the Household Level in Muntoi Village , West Passi District. 11(2), 389– 393.
Amalia, L., Permatasari, I. I., Khomsan, A.,
& Riyadi, H. (2015). Pengetahuan, Sikap, Dan Praktek Gizi Ibu Terkait Iodium Dan Pemilihan Jenis Garam Rumah Tangga Di Wilayah Pegunungan Cianjur. Jurnal Gizi Dan Pangan, 10(2), 133–140.
https://doi.org/10.25182/jgp.2015.10.2.
Andersson, M. (2004). Iodine status Worldwide (B. de Benoist, M. Andersson, I. Egli, B. Takkouche, & H. Allen (Eds.)). World Health Organization.
Auliyanah, A. (2010). Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Penggunaan Garam Beryodium pada rumah Tangga di Desa Bukit Tinggi Kecamatan Gantarang Kabupaten Bulukumba Tahun 2010. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Bambi, A. A. A. (2018). Hubungan
Pengetahuan Dan Sikap Ibu Hamil
Dengan Pemberian Imunisasi Tetanus Toksoid (Tt) Di Wilayah Kerja Puskesmas Ranomeeto Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2018. Poltekkes Kemenkes Kendari.
Chahyanto, B. A., Purba, D. D., Nur’aisyah, N., & Sasmita, R. (2017). Penggunaan Garam Beriodium Tingkat Rumah Tangga Di Kecamatan Sibolga Utara, Kota Sibolga. Media Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan, 27(2), 125–
132.
Https://Doi.Org/10.22435/Mpk.V27i2.5 877.125-132
Damanik, Y. S. (2019). Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Rumah Tangga Dengan Penggunaan Garam Beryodium. Jurnal Penelitian Kesmasy, 1(2), 54–57.
Https://Doi.Org/10.36656/Jpksy.V1i2.1 66
Diaz, E. R., & Pearce, E. N. (2020). Iodine Status And Supplementation Before, During, And After Pregnancy. Https://Doi.Org/10.1016/J.Beem.2020.1 01430
Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar. (2020). Profil Kesehatan Kabupaten Gianyar Tahun 2020.
Dinas Kesehatan Provinsi Bali. (2020). Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Bali 2020. In Dinas Kesehatan Provinsi Bali (Vol. 3).
Dold, S., Zimmermann, M. B., Jukic, T., Kusic, Z., Jia, Q., Sang, Z., Quirino, A., San Luis, T. O. L., Fingerhut, R., & Kupka, R. (2018). Universal Salt Iodization Provides Sufficient Dietary Iodine To Achieve Adequate Iodine Nutrition During The First 1000 Days: A Cross-Sectional Multicenter Study. The Journal Of Nutrition, 148(4), 587– 598.
Fitri, D. D., & Ridwan, A. (2020).
Pengetahuan Keluarga Tentang Garam Beryodium Pada Rumah Tangga Di Kota Banda Aceh. Idea Nursing Journal, 11(2), 7–11.
Https://Doi.Org/10.52199/Inj.V11i2.197 98
Fitriana, A., Nusa, A., & Adi, A. C. (2013). Hubungan Faktor Perilaku , Frekuensi Konsumsi Fast Food , Diet Dan Genetik Dengan Tingkat Kelebihan Berat Badan. 20–27.
Ibrahim, I. A., Raodhah, S., Syarfaini, S., & Syahraini, S. (2018). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Pemanfaatan Garam Beryodium Ibu Rumah Tangga Di Kelurahan Pallengu Kabupaten Jeneponto. Al-Sihah: The Public Health Science Journal.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi. (2019). Goyang Gayo, Gerakan Perbaiki Sdm Dengan Konsumsi Garam Beryodium.
Https://Menpan.Go.Id/Site/Berita-Terkini/Goyang-Gayo-Gerakan-Perbaiki-Sdm-Dengan-Konsumsi-Yodium
Lathifah, N., & Sumarmi, S. (2018). Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Iodium Anak Usia Sekolah Di
Indonesia. Jurnal Berkala Epidemiologi, 6(2), 147.Https://Doi.Org/10.20473/Jbe.V6i22018. 147-156
Nurhayati, Irwan, & Miko, A. (2020).
Penyuluhan Garam Beryodium
Terhadap Perubahan Pengetahuan Ibu Rumah Tangga Dalam Penggunaan Garam Yodium. Jurnal Sago Gizi Dan Kesehatan, 2(2), 178–184.
Oroh, C. A. A., Kandou, G. D., & Punuh, M. I. (2016). Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap Dengan Tindakan Dalam Penggunaan Garam Beryodium Di Desa Lemoh Uner Kecamatan Tombariri Timur. Kesmas, 5(1).
Prawini, G. A. M., & Ekawati, N. K. (2013). Gambaran Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Ibu Rumah Tangga Terhadap Garam Beryodium Di Desa Lodtunduh Wilayah Kerja Upt Kesehatan Masyarakat Ubud I Tahun 2013. I(2), 122–130.
Rini, H. M., Pramono, D., & Nugraheni, A. (2017). Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi Garam Beryodium Pada Ibu Rumah Tangga Di Desa Gembong Kecamatan Gembong Kabupaten Pati. Jurnal Kedokteran Diponegoro, 6(2), 12–19.
Sudarto. (2012). Penanggulangan Gaky Melalui Peningkatan Kualitas Produksi Dan Distribusi Garam Beyodium. Xiii(1411–1829).
Sutiah, Prameswari, G. N., & Handayani, O. W. K. (2017). Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat
Konsumsi Garam Beryodium Pada Rumah Tangga. Jurnal Of Health Education, 2(2), 179–184.
Yanti, N., & Prameswari, G. N. (2015).
Gambaran Perilaku Dan Persepsi Ibu
Rumah Tangga Terhadap Konsumsi Garam Beryodium Di Wilayah Kerja Puskesmas Toroh 1 Kabupaten Grobogan Pada Tahun 2014. Unnes Journal Of Public Health, 4(2), 100–107.
email korespondensi : desakwidyanthini@unud.ac.id
578
Discussion and feedback